Selasa, 26 Mei 2015

Jangan takut Lana...

"Lana lo kenapa semalam dipanggil ke ruangan nya Pak Ramon?" Lana yang tengah mengeringkan rambutnya dengan hairdryer sejenak berhenti mendengar pertanyaan Rani, "itu Ran, baru aku mau cerita ke kamu, pak ramon minta aku untuk pindah ke bar nya, gimana ya Ran?" Rani yang sedang berdandan seketika berhenti "apa?serius Lan? wah enak itu kalau di bar tamu nya lebih banyak dan biasanya kasih tip nya juga lumayan besar" mata Rani berbinar menatap Lana seolah meyakinkan Lana untuk tak perlu fikir-fikir lagi dengan permintaan dari Pak Ramon atasan mereka,
"iyasih, tapi aku masih belum tau Ran, soalnya kalau di bar kan seragam nya gitu, rok nya pendek dan ketat banget terus banyak asap rokok, ada yang minum juga hmm, aku gak biasa ran" Lana menghela nafas, Rani menghampiri Lana yang tengah duduk disisi kasur, sambil menepuk pundak Lana, Rani mencoba meyakinkan Lana "Lan, sekarang gini ya lo gausah peduliin deh apapun yang dilakukan orang-orang didalam bar itu, karena orang baik-baik itu gak akan masuk ke bar jadi kalau ada orang merokok, minum atau apalah di bar ya biarkan aja itu urusan mereka, lo disana ya kerja aja lakuin pekerjaan yang harus dilakuin yang penting jangan sampai lo nya melakukan hal-hal yang gak baik, untuk masalah pakaian gapapa lah Lan, untuk sementara saat jam kerja aja, lagipula kalau lo bisa dapat tambahan uang kan lo jadi bisa kuliah lagi kan?"

Ucapan Rani benar, Lana memang sangat ingin melanjutkan pendidikan nya dibangku kuliah, apakah mungkin ini caranya, "oke deh Ran, nanti aku akan coba bicara ke Pak Ramon". Rani mengedipkan mata nya.

"permisi Pak Ramon, saya mau bicara" Lana masuk ke ruangan Pak Ramon, dilihat nya sang bos yang tengah duduk di depan laptop nya,terkadang Lana sering menatap atasannya itu cukup lama, Ramon Alexander, lelaki berdarah campuran Spanyol itu memiliki daya tarik yang cukup memikat sebagai seorang pria, tubuh nya yang atletis tidak terlalu besar, tulang rahang yang tinggi, mata besar nan indah kecoklatan berpadu dengan alis dan bulu mata hitam tebal, serta bibirnya yang cukup indah, sepertinya Tuhan benar-benar sempurna menciptakan makhluk yang satu ini, benar-benar mampu membuat semua wanita bahagia memandang nya, Ramon pun masih tergolong sebagai seorang pengusaha muda usianya baru 26th tapi Ramon sudah memiliki kemapanan yang cukup besar. "Silahkan Lana" sebuah senyum tersungging dibibir Ramon, Lana pun tersenyum tak sengaja membalas, "jadi bagaimana?kamu menerima tawaran saya?" ada nada harap dalam kata-kata Ramon, ia kini bahkan telah menyingkirkan laptop nya, fokus menatap Lana. "iya Pak, setelah saya fikir, saya coba ambil pak untuk kerja di bar nya, tapi maaf pak apa saya boleh menggunakan seragam restaurant saja saat bekerja di bar? bukankah nama restaurant dan bar nya juga sama pak?" Lana meminta, Ramon tersenyum kecil, sebenarnya ia paham betul gadis seperti apa Lana ini "maaf Lana tapi itu sudah peraturan, kamu harus gunakan sergam di bar, nanti kamu temui Shinta dan minta seragam dengan ukuran pas yang tidak terlalu ketat ya" Lana mengangguk patuh, baginya Ramon sudah cukup baik dengan mengizinkan nya menggunakan seragam yang tidak terlalu ketat ia tidak mau meminta lebih lagi.

Shinta adalah manager di restaurant & bar milik Ramon, dapat dikatakan Shinta lah yang lebih banyak mengurus resto dan bar tersebut, Ramon hanya sesekali memantau, Ramon lebih sibuk dengan perusahaan perkebunan kelapa sawitnya yang cukup besar, resto dan bar ini sendiri dulu Ramon dirikan untuk mantan kekasihnya bernama Aluna, karena itu lah resto dan bar ini bernama Aluna Lounge, itu cerita yang Lana dengar. "entah kenapa dari awal kamu masuk, bos seperti membedakan kamu ya" nada sinis terdengar dari ucapan Shinta yang cukup membuat Lana kaget, Lana yang tengah mencoba seragamnya seketika menatap Shinta "maksudnya mba Shinta?" Shinta tidak menjawab, ia langsung meninggalkan ruangan loker tersebut dan membuat Lana kebingungan.

Musik yang cukup keras, asap rokok, dan lalu lalang pria mabuk, Lana seperti tidak sanggup, ia pusing melihat hal itu padahal Lana tidak minum apapun. Lana hanya berdiri disamping bartender, jika ada yang memesan makanan baru ia keluar mengantarkan nya, "Lana, ini table 18" seorang bartender memberikan minuman kepada Lana, bergegas Lana mengantarkan "18..18" gumam Lana, "permisi" sapa Lana kepada tamu tersebut, tamu itu bukan lah orang biasa dapat dikatakan ia adalah seorang yang sangat dihormati di bar tersebut, "eh siapa kamu?mana shinta?" Lana kaget tiba-tiba ditanya begitu, "saya Lana pak, mba Shinta ada didalam" Pria itu melucuti Lana dari atas kepala hingga ujung kaki dengan pandangan nya "kamu pelayan baru?" tanya nya lagi, Lana hanya mengangguk, pria itu berdiri menghampiri Lana lebih dekat ia ingin memperhatikan wajah Lana lebih jelas, dalam kegelapan pun pancaran kecantikan Lana memang tidak dapat disembunyikan mata nya yang indah, hidung nya yang tidak terlalu mancung, bibir nya yang tipis, serta tubuhnya yang sintal terbungkus oleh seragam kerja yang kebesaran rupanya cukup memikat pria ini, tiba-tiba Lana merasa takut, ia bermaksud meninggalkan meja itu, tetapi tangan nya ditarik oleh tamu tersebut "duduk disini bersamaku, saya mau bicara" Pria itu cukup memaksa.

Lana pun tak bisa menolak, ia duduk ketakutan, ia tak pernah sedekat ini dengan seorang pria, bahkan pria ini memegang dagu Lana seperti sedang menelaah mencari sesuatu diwajah Lana, Lana memejamkan mata nya, entah kenapa Lana takut,, takut sekali hingga kemudian Lana menangis....
Gadis kecil itu setengah berlari menuju rumahnya, rintik gerimis yang cukup lebat membuat tubuh kecilnya basah dia kedinginan dia ingin segera sampai dirumah dan bersembunyi didalam selimut nya.
"Assalamualaikum.." sepertinya tidak ada yang menjawab ucapan salam nya, setelah melepaskan sepatu nya gadis itu pun memasuki rumahnya didapatinya sang nenek yang sedang menjahit, "Lana sudah pulang? kok nenek tidak dengar ucapan salam dari Lana ya?" Lana si gadis kecil itu tersenyum sambil mencium tangan nenek yang amat disayangi nya "Iya nek, Lana tadi ngucap salam nya terlalu pelan jadi nenek tidak dengar deh, masak apa nek, Lana lapar?" Ya, tentu saja Lana berbohong ia tidak mau menyinggung perasaan neneknya dengan mengatakan bahwa neneknya yang karena umur pendengarannya sudah tidak sebaik saat muda, neneknya memang sudah tua bahkan sudah cukup tua bagi Lana untuk membesarkan Lana seorang diri, dengan menjahit dan membuka toko kelontong dirumah yang menjadi mata pencariannya Lana merasa tidak tega melihat neneknya harus menanggung beban hidup nya dan pendidikan Lana, seandainya Lana sudah bisa bekerja dia tak mau neneknya bekerja lagi, nenek nya harus istirahat dan bahagia di masa senja nya. Tanpa Lana tahu bahwa nenek Ami sangat bahagia mengurus hidup Lana,

Ingatan Lana berlalu ke delapan tahun yang lalu..
'Sandra kau tidak bisa lakukan ini, bagaimanapun juga kau tetap harus bertanggung jawab atas putrimu!" Nenek Ami berkata keras "Tidak bu, Sandra mau mengejar cita-cita dan kebahagiaan Sandra sendiri, kalau Sandra bawa Lana ke kota dia bisa merepotkan Sandra" Sandra begitu keras kepala, diapun meninggalkan Lana bersama nenek Ami dengan alasan mencari kehidupan yang lebih baik dikota, selepas kematian Ayah Lana, hidup mereka memang semakin sulit, Snadra adalah seorang wanita muda nan cantik yang cukup pintar, diusianya kala itu 26th dia sudah menjadi seorang Ibu untuk anak berumur 10th, namun penampilannya tidak nampak layaknya seorang Ibu, dia terlihat lebih muda dari usianya, masih segar, masih cantik, dan bahkan seperti gadis kisaran 20th. Dengan bekal keberanian Sandra pergi meninggalkan ibu dan putri nya, ia berjanji akan menjemput mereka jika sudah berhasil hidup dikota, tapi hingga 10th berlalu Sandra tak pernah kembali, kabar nya pun tak pernah terdengar, Nenek Ami selalu berusaha mencari kabar Sandra kepada para tetangga yang bekerja dikota kalau kalau mereka ada yang bertemu dengan Sandra, tetapi hasilnya nihil, sampai nenek akhirnya pasrah dan hanya mengirimkan doa agar Sandra diberi keselamatan oleh Yang Maha Kuasa. Lana sendiri seperti sudah kehilangan rasa sedihnya, sering dimalam sebelum tidur ia merindukan sosok Sandra, berharap akan menemani tidurnya mengusap kepalanya layaknya seorang Ibu yang perhatian, tapi Lana akhirnya mengerti bahwa hidup memang punya jalannya sendiri, mungkin Lana memang sudah harus cukup puas dengan kasih sayang yang didapat dari Nenek Ami saat ini.

~Kembali ke masa sekarang..
 "belum sempat masak Lana maaf, ini jahitannya cukup banyak pesanan Bu Ira" Lana menghampiri beberapa lipatan bahan berwarna hijau milik Bu Ira tersebut kainnya sangat cantik pasti mahal gumam Lana, tentu saja bu Ira kan salah satu orang cukup kaya didesa ini, "yasudah nek gapapa, Lana masak nasi goreng deh, nenek udah makan belum? Lana buatin juga ya?" ujar Lana, betapa dia begitu memahami neneknya yang cukup lelah, Nenek Ami hanya mengangguk tanpa mengucap sepatah katapun.

Kelulusan tiba, kini Lana sudah mengenggam ijazah SMA nya, ia berharap banyak dari ijazah tersebut untuk membawanya pada pekerjaan yang yang ia inginkan. Langkahnya cukup cepat menuju rumahnya, ia ingin memamerkan nilai-nilai yang tertera dalam ijazah itu pada nenek Ami. Ada yang berbeda dari rumahnya, banyak orang disana Lana mencoba menebak apa yang tengah terjadi apa ini karena kelulusan nya? Tidak mungkin, tiba-tiba Lana teringat akan nenek, tadi padi ketika Lana hendak berangkat ke sekolah, nenek Ami memang kurang sehat badannya cukup lemas. Lana berlari memasuki kediamannya, dia terpaku didepan pintu mendapati kenyataan yang dia lihat. Nenek Ami sudah berbaring ditengah kerumunan para warga yang tengah berdoa, Iya! Nenek Ami telah  pergi! Pergi meninggalkan Lana terlebih dahulu kedunia yang sebenarnya! Lana menangis sangat keras ia meraung berteriak memanggil neneknya, berharap sang nenek akan mendengar dan terbangun mendengar jeriitannya, Lana berteriak-berteriak sampai kemudian Lana tidak bisa lagi mendengar suara tangisannya sendiri. Ia pingsan.

Ketujuh hari setelah kematian sang nenek, Lana masih belum bisa percaya. Nenek Ami meninggal karena terjatuh dari di kamar mandi begitu keterangan yang didapatkannya dari tetangga yang mengurus jenazah nenek Ami saat itu. Lana sangat terpukul, amat sangat terpukul, dia baru saja merancang kebahagiaan-kebahagiaan yang akan dia lakukan bersama sang nenek, namun sepertinya Lana tak punya kesempatan, tugas nenek Ami telah selesai, kini Lana harus mandiri, hidup sebatang kara dan harus tetap bertahan hidup betapapun sulitnya, Ya, Harus!

Lana terbangun, suasana kota ini tak begitu bersahabat untuknya. Sudah dua minggu Lana tinggal disini tapi dia belum juga merasa nyaman dengan keadaan baru disini, baginya suasananya terlalu bising Lana tidak begitu menyukainya, namun dia harus menjalaninya. Ya, kini Lana tinggal bersama Rani, kakak kelasnya di SMP dulu, Rani tak seberuntung dirinya, begitu lulus SMP ia langsung merantau ke kota menjadi pelayan disebuaah restaurant kini dia mengajak Lana untuk bekerja bersama dengannya. Lana mengikut saja meskipun dia punya mimpi besar dengan ijazah SMA nya, tapi Lana juga sadar bahwa tamatan SMA aja tidak cukup untuk mendapatkan pekerjaan bagus dikota, maka ia pun tidak menolak saat Rani menawarkan pekerjaan sebagai pelayan restoran saat itu karena Lana harus menyambung hidup, paling tidak pekerjaan ini akan menjadi batu loncatan untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik.

1. Berjuang lah Lana ......