Senin, 20 Juli 2015

Sekeping Masa Lalu

"Ibu dari gadis itu benar bernama Sandra, yang ditinggalkan saat ia masih berusia 10 atau 11 tahun" sebuah berkas berisi catatan kelahiran diberikan oleh sang pesuruh kepada atasannya, sang atasan yang lantas membuka berkas itu yang telah ia nantikan selama bertahun-tahun tampak sangat begitu senang dan bergairah, ia seperti harimau yang tengah tepat mendapatkan sasarannya, setelah menunggu dan menanti lama kini ia sudah memiliki cukup bukti bahwa incarannya selama ini adalah domba buruannya, ia tidak akan keliru lagi.

***
"jadi bagaimana hubunganmu dengan Ramon saat ini?" selidik Rani yang kini sedang makan siang bersama Lana, sudah lama Lana tidak berjumpa dengan Rani, teman merantau nya itu pindah ke kota lain tak lama saat Lana memutuskan berhenti bekerja dengan Ramon, Rani mengatakan bahwa ia kini telah menikah dengan kekasih nya, dan yang membuat Lana heran mengapa Lana tidak mendapat undangan dihari bahagia kawan nya itu. Dua hari yang lalu Rani menelepon Lana yang Lana sendiri tidak tau darimana Rani dapat memiliki nomor ponselnya, tapi Lana tidak peduli yang jelas Lana senang sekali mendapat kabar dari Rani yang akan singgah ke kota ini lagi selama beberapa waktu, dia sedang bosan dirumah katanya karena suaminya sedang bekerja ditempat lain, maka segera saja Lana meminta Rani untuk tinggal dirumah nya.

"hubungan apa yang kau maksud Rani?" Lana justru membalikkan pertanyaan Rani, "ayolah Lana, kalian jatuh cinta kan, ayo ceritakan padaku, teman macam apa kau ini?" Rani tampak menyimpulkan sendiri, Rani tidak berubah sejak dulu batin Lana "kau sendiri, teman macam apa? yang tiba-tiba menghilang dan bahkan tidak mengikutsertakan aku pada pernikahanmu? aku bahkan tidak tau pria seperti apa yang kini menjadi suamimu ahh kau benar-benar curang" goda Lana yang juga agak kesal, Rani mendengus sebal "ya baiklah maafkan aku, aku menyesal, tapi sungguh saat itu semuanya terjadi begitu cepat Lana tiba-tiba saja kami memtuskan menikah dan dia mengajakku pidah dari kota ini, kau juga saat itu menghilang bukan karena ingin menjauhi Ramon? dan lalu apa? kini kalian malah bersama, aku tidak mengerti isi kepalamu" Rani membuat Lana tertawa malu

"entahlah Rani, aku sendiri bahkan tidak tau apa yang sedang terjadi, dulu aku sangat terkejut ketika Ramon mengatakan dia mencintaiku, sungguh aku bahagia, tapi mengetahui kenyataan bahwa dia mencintaiku hanya karena aku memiliki kemiripan dengan mendiang tunangannya hal itu seperti membunuhku, aku tidak ingin menjadi bayangan siapapun, aku ingin dicintai dan diingini karena apa adanya diriku" Lana meneguk teh nya "dan saat aku berusaha menjauhinya ternyata aku malah semakin menginginkan nya, aku sudah membentuk kehidupanku sendiri saat ini, aku berusaha mengubur Lana yang dulu, Lana yang penuh derita, yang bahkan sejak kecil tak pernah diingini bahkan oleh ibunya sendiri, aku kini telah berhasil membentuk Lana yang baru, yang diinginkan semua orang Rani, dan ketika aku sadar dengan seluruh usaha Ramon, aku mulai mengerti bahwa dia memang menginginkanku, aku lah yang dia mau, Lana- lah yang dia inginkan, bukan replika dari mayat tunangannya itu, aku harap aku telah berubah seperti apa yang aku inginkan Rani" Lana berkata dengan penuh harap, matanya sedikit berbinar seperti ada doa yang baru saja ia sampaikan didepan gadis yang selalu ia anggap sahabatnya itu.

"Lana terkadang tidak semua perubahan itu baik untuk kehidupan, aku hanya berharap hidupmu bahagia" mereka menghabiskan makan siang nya diakhir pekan itu.


***

Tok-Tok...

"Kejutan..." Ramon berdiri dengan konyol didepan pintu dengan seikat bunga lavender "Hai, bos.." Rani yang membukakan pintu agak lucu melihat sikap mantan bos nya yang tak pernah bersikap demikian "oh, hai Rani, kau kau oh ya aku lupa kau sedang berlibur disini ya, bagaimana kabarmu?'

Ramon menjabat tangan Rani, ia memang tak begitu mengenal mantan pegawai nya itu, ia bahkan tak tau sejak kapan Rani telah berhenti bekerja darinya "jadi kau sekarang bekerja dimana?" Ramon duduk tanpa dipersilahkan, ia bagai sudah terbiasa dirumah Lana, "aku tidak bekerja lagi bos saat ini, hanya menjalani peran sebagai ibu rumah tangga biasa saja" Rani bicara penuh bangga sambil masih berdiri, rupanya Rani masih agak segan dengan Ramon "kau sudah tidak bekerja padaku, kenapa masih panggil aku Bos,dimana Lana?"

Lana menghampiri mereka berdua dengan rambut yang masih dibalut dengan handuk "Rani biasakan lah untuk tidak memanggilnya demikian, dulu pun aku sulit tapi akhirnya terbiasa juga" ujar Lana kepada Rani, tatpannya kini menuju ke Ramon dan menerima seikat bunga yang dibawakan Ramon "hmm aku cinta sekali pada lavender bahkan lebiha dari mencintai diriku sendiri, terima kasih, oh ya maaf Ramon tapi aku rasa hari ini aku tidak bisa menemanimu mencari kado untuk Olive" Lana berkata menyesal, "tapi kenapa?kau sudah janji Lana, aku harus mencari kado apa untuk Olive?" Ramon protes.

"iya aku tau tapi tiba-tiba atasanku menelepon, aku harus bertemu dengan client penting, dia bilang ini project yang baik untuk orang baru sepertiku, aku harap kau bisa mengerti" Lana meminta maaf, "Alfian kah yang memintamu?lalu bagaimana dengan kado untuk Olive?aku tak tau harus memberikan kado apa untuk nya?" Ramon benar-benar kesal, ia kesal kenapa Alfian mengganggu gadis nya saat ini, dan lagi Ramon benar-benar tak tau harus memberikan kado apa untuk Olive, selama ini dia selalu menyuruh asisten wanita nya untuk menyiapkan kado bagi sepupu kesayangannya itu, tapi kali ini ia ingin menyiapkannya sendiri ah tidak sendiri melainkan dengan Lana "Rani kau tidak keberatan menemani Ramon?ayolah kumohon" Rani agak kaget dengan permintaan Lana yang sedikit memohon, "baiklah kalau kau memaksa" jawab Rani, "oke, kalau begitu kita bertemu saat makan malam nanti ya, kau jangan terlambat" ujar Ramon "oke bos" Lana menjawab sambil meletakan tangannya didepan kening nya seolah tentara yang tengah siap menerima perintah dari jendral nya....


***

"kau harus bergerak lebih cepat, mereka benar-benar saling mencintai..." kemudian sambungan telephone diputus.

***

Lana memasuki sebuah cafe hotel dengan tergesa "Alfian, maaf aku terlambat, sulit sekali mencari taksi, seandainya aku punya sayap seperti burung aku pasti tidak akan terlambat" Lana berkata penuh sesal, "tenanglah Lana untungnya client kita belum datang, lagipula kalau kau punya sayap aku khawatir kau akan mudah lari dariku" Alfian membuat Lana tertawa, jujur Lana sangat bersyukur bisa dipertemukan dengan Alfian, Alfian telah banyak berperan dalam hidup Lana selama ini, ia membantu Lana membentuk dirinya yang sekarang.

Sekitar 10 menit mereka menunggu datang seorang pria muda dengan pakaian rapi berkacamata hitam, Lana langsung menjabat tangan pria tersebut yang sudah terlebih dahulu menyapa Alfian dari kejauhan "Lana" Lana memperkenalkan diri "hai Lana, aku Damian" pria itu membuka kacamata nya, Lana dapat mencium wnagi parfum pria itu dari tempat ia duduk, pria itu berparas tampan dengan alis tebal, hidung mancung, rahang yang tegas, kulit kecoklatan, dan ya Tuhan Lana baru menyadari pria ini berbau Lavender! seperti dirinya, ini cukup mengganggu bagi Lana...


Minggu, 12 Juli 2015

Ketahuilah Aku Lebih Dalam

Berkali-kali Lana memandang penampilan diri nya dicermin sebelum berangkat malam ini, begitu pun saat di taksi, dia terus memandang riasan wajah nya pada cermin kecil nya, "kenapa aku begitu khawatir" gumam nya dalam hati.
Ramon mengajak Lana makan malam disebuah restaurant mewah dikota, ia ingin menjemput Lana namun Lana menolak, Lana ingin bertemu saja langsung direstaurant itu.

Ketika Lana sampai rupanya Ramon telah terlebih dahulu datang "aku senang kau mau datang Lana" Ramon berucap penuh binar kebahagiaan dimata nya, Lana segera duduk dengan tersenyum. Mereka pun makan malam dengan tenang, tanpa saling berkata-kata hanya saling tersenyum satu sama lain, sampai ketika mereka selesai menghabiskan makan malam nya, Lana membuka suara.

"Hal apa yang membuatmu ingin kita bertemu?" Lana sungguh penasaran, "Aku sudah bilang kalau aku merindukan mu kan?" Ramon menjawab santai, Lana kaget Ramon begitu terbuka mengatakan hal seperti itu, "Lana, sejak kapan kau mulai dekat dengan Alfian?" kini Ramon bertanya lebih serius, alis kiri nya pun sedikit naik, "kenapa kau menanyakan hal itu?" merasa tidak nyaman Lana justru balik bertanya, "kau harusnya menjawab pertanyaan Lana" Ramon tersenyum.

"Aku minta maaf Ramon, seharusnya aku memberitau mu bahwa aku bekerja dengan sahabat mu saat ini" Lana menyesal, "tidak Lana, dia bukan lah sahabat ku lagi sekarang" ucapan Ramon mengagetkan Lana "Lana aku tidak tau harus mulai darimana, tapi aku ingin kau berhenti bekerja dengan Alfian, kumohon" Lana lebih kaget lagi mendengar permintaan Ramon barusan, ia semakin tak mengerti apa yang difikirkan Ramon "kau tidak bisa seperti ini Ramon, kenapa kau merasa kau bisa medikte hidupku?kau ini bukan siapa-siapa dihidupku, kau hanya mantan atasanku" Lana seperti kehilangan penguasaan diri nya, ia bangun dari kursi nya.

"Lana aku akan berikan alasan kenapa kau harus berhenti bekerja dengan Alfian, tapi tidak bisa sekarang, sungguh ini semua demi kebaikan mu" Ramon semakin membuat Lana tidak mengerti, Lana mencoba mencerna ucapan Ramon, akhirnya ia duduk kembali "baiklah, aku minta maaf telah mengacau, kita lupakan saja hal ini" Ramon berdalih, "Lana apa kau merindukan aku?" Lana semakin kaget dengan pertanyaan Ramon kali ini, entahlah bagi Lana, Ramon seperti sebuah paket kejutan untuk nya, ia begitu mahir membuat Lana terkejut.

"Gadis yang bersamamu saat itu," Lana menggumam,"olivia maksud mu?" Ramon tertawa kecil, Lana menjadi bingung apa yang lucu batin nya, "maaf aku lupa mengenalkan nya dengan jelas padamu, olive adalah adik sepupu ku, kami sangat dekat sejak kecil sudah seperti adik kandungku sendiri" Lana menelan saliva nya, bodoh sekali Lana sempat berfikir bahwa Olive adalah gadis yang berkencan dengan Ramon "jangan bilang kau cemburu pada nya Lana" Ramon kini menggoda Lana yang pipi nya semakin memerah, Lana sendiri tidak mengerti apa yang dia rasakan saat ini ada sebuah kebahagiaan menaungi nya saat ini, kebahagiaan yang tak begitu mudah untuk Lana pahami. Bersama-sama dengan Ramon setelah sekian lama, ternyata membuat suasana justru begitu hangat dan Lana menyukai nya.

Dan makan malam itu diakhiri dengan Ramon yang mengantar Lana kerumah nya, kali ini Lana tidak bisa menolak Ramon yang bersikeras untuk mengantarkan nya pulang, memang tidak terlalu banyak pembicaraan serius antara mereka malam itu, tapi apapun itu Lana senang mengahabiskan waktu bersama Ramon.

***
"kau akan segera berbahagia Serena, sedikit demi sedikit gadis itu akan hancur kebahagian nya, dialah yang akan membayar semua kepedihan mu ini".
Pria itu keluar dari sebuah kamar dirumah sakit besar itu, mata nya yang penuh dendam seakan bisa membunuh siapapun hanya melalui tatapan nya, ingatan nya pun melayang jauh ke masa-masa dahulu, masa dimana ia melihat dengan jelas derita sakit hati yang dialami Serena kakak perempuan yang sangat dia cintai karena suami kakak nya itu adalah pria yang sangat tega menyakiti hati kakak nya dan telah menghancurkan hidup kakak nya, kini membalas dendam Serena sudah seperti menjadi tujuan hidup nya, ia tak peduli lagi bahkan dnegan kebahagiaan nya sendiri, ia terlalu terobsesi dengan dendam nya pada wanita itu yang sebenarnya sudah mendapat balasan dendam nya, tapi entah mengapa rasanya semua belum cukup, ia masih masih belum puas.

***

"iya Ramon, aku akan segera menyelesaikan pekerjaan ku lebih cepat hari ini agar kita bisa bertemu, okay, haha I'll call you later" Lana menutup panggilan telephone nya, sejak makan malam itu, kini hubungan Lana dan Ramon semakin dekat, sapaan manis melalui ponsel dengan perhatian-perhatian dari Ramon seperti sudah sangat akrab bagi Lana, "kau sedang senang sekali sepertinya" entah sejak kapan Alfian sudah berada didekat Lana, membuat Lana sedikit kaget dan malu "Alfian, sejak kapan kau berada disini, kau mendengar obrolanku ditelephone?" Lana menuduh, "memang nya kenapa kalau aku mendengar Lana?" Alfian tersenyum menggoda "jadi ada yang sedang jatuh cinta ya" Alfian mengacak pelan rambut Lana sambil berlalu, membuat Lana tersenyum sendiri "mungkin kah aku benar jatuh cinta?"


Rabu, 01 Juli 2015

Mengapa Kau Sulit Dihindari..??

Lana bangun dari tidur nya, "mimpi hal itu lagi" gumamnya, Lana meninggalkan ranjangnya menuju ke dapur, ia menuangkan sebuah air mineral dan meminumnya tak tersisa untuk menenangkan perasaannya.

Akhir-akhir ini sosok tersebut tak pernah absen dari mimpi Lana bahkan seperti seolah telah menjadi penghuni dari fikiran Lana sendiri, "apakah aku merindukan nya?" Lana masih asyik dengan fikiran nya sendiri sampai handphone nya berdering "hallo.. hallo siapa ini?" Lana geram, hanya terdengar suara nafas berat diujung telepon sana, nomor nya pun tidak dikenal, Lana memutuskan telepon.

Lana ingin bergegas bersiap ke kantor, dan hanphone nya kembali berdering, nomor yang tidak dikenal juga, apakah ini nomor yang sama batin Lana "hallo.. hallo bisakah anda menjawab?" lama Lana menunggu sapaan nya dibalas oleh si penelfon tersebut, akhirnya Lana memutuskan telepon dengan kesal "dasar orang iseng" cetusnya.

Hari ini Lana cukup sibuk dengan pekerjaan nya menjadi bagian di divisi General Affair memberikan pengalaman menarik untuk nya, dia bertemu dnegan banyak orang, dia belajar menangani sebuah proyek, dan semua terasa mudah Lana jalani, entahlah apapun yang Lana kerjakan ia selalu mendapat penilaian yang baik dari sesama teman kerja maupun client nya, hingga semua tanpa Lana sadari terasa begitu mudah untuk nya..

"kau sedang sibuk Lana?" Lana terkaget seketika ia membuang pandangan nya yang tengah fokus didepan pc komputer ke arah suara berasal "Alfian, eh iya lumayan, ada apa?" Lana sebenarnya merasa tidak enak memanggil Alfian tanpa sebutan Pak, bagaimanapun dia adalah atasan Lana dikantor ini, tapi Alfian sendiri lah yang justru melarang Lana memanggilnya dengan sebutan demikian. Lana tak pernah mengira pria mabuk yang dulu dia temui di bar dan membuatnya takut, hari ini mungkin bisa dikatakan sebagai malaikat dalam hidup Lana yang mengubah hidupnya menjadi lebih mudah.

"pekerjaan mu itu tidak akan pergi kemanapun kalau kau meninggalkan nya sejenak untuk makan siang" Alfian tersenyum kecil, "hmm, ya baiklah ayo, kali ini aku yang traktir" Lana bangun dari kursi kerja nya mengambil tas nya dan berjalan mendahului Alfian keluar kantor, Alfian tersenyum senang.

Mereka memasuki sebuah restaurant cepat saji, Lana yang memilih restaurant tersebut karena tak mau menunggu lama untuk makan, dia ingin segera menyelesaikan pekerjaan nya. Mereka duduk disisi sebelah kanan restaurant dengan posisi saling berhadapan, Lana duduk dibangku yang menghadap ke arah pintu restaurant tersebut ,sehingga dia bisa melihat orang-orang yang keluar masuk di restaurant tersebut.

Sampai ketika Lana bertemu mata dengan pria yang baru memasuki restaurant, Astaga Lana sangat kaget, Ramon.. Lana tau jelas itu adalah Ramon dan Ramon tidak sendirian, dibelakangnya seorang gadis cantik berjalan mengikutinya, gadis dengan tatanan rambut pirang yang indah, rok mini yang seolah menggoda, membuat siapa saja akan menoleh dua kali saat melihatnya.

Lana sangat kaget ketika Ramon justru menghampirinya "Lana.." sapanya, dan cukup terkaget ketika melihat siapa yang menjadi teman makan siang Lana "Alfian.. kau.." Ramon menghentikan ucapan nya saat gadis cantik itu bersuara "Ramon apakah kita akan bergabung dengan mereka?" tanya nya maja pada Ramon.."yah hanya jika kita diizinkan" jawab Ramon yang seolah menyerang ke arah Lan dan Alfian..

Akhirnya Lana dan Alfian mempersilakan Ramon dan gadis itu iuntuk bergabung dengan mereka, Lana memperhatikan gadis itu dengan seksama, Lana seperti tak asing dengan gadis itu, Lana seperti pernah melihat nya tapi kapan dan dimana persisnya ia tak ingat "hei, sepertinya kita pernah bertemu, kenalkan aku Olivia Newton, kau cukup panggil aku Olive.." gadis itu membuyarkan lamunan Lana dia tersenyum sangat cantik "Aku Lana, hanya Lana dan kau bisa panggil aku Lana" Lana menjabat gadis itu, Lana akhirnya ingat dia pernah bertemu dengan Olive di restaurant Ramon ketika masih bekerja dengan Ramon, iya gadis cantik yang tampak seperti peri hutan itu.. Siapakah gadis itu dan apa hubungan nya dengan Ramon, mengapa mereka nampak begitu dekat? berjuta pertanyaan memenuhi kepala Lana..

***

Lana telah bersiap untuk istirahat malam ini, bagi nya hari ini cukup melelahkan. Ia mengingat-ingat semua hal-hal yang terjadi hari ini, pekerjaan nya, jalanan yang macet, ah dan yang paling mengganggu nya adalah makan siang nya tadi, Ramon, ya Ramon lah yang sebenarnya mengganggu fikiran nya, belum lagi belakangan ini Ramon terus menerus hadir didalam mimpi nya, ketika Lana tengah asik dengan lamunanya, handphone nya berdering, nomor tidak dikenal tertera di layar ponselnya, dengan rasa malas tapi penasaran Lana menjawab panggilan telephone itu "hallo.." Lana menunggu si penelfon berbicara "baiklah kuhitung sampai tiga, jika kau tak mau menjawab akan ku putus telephone ini, 1.. 2.." Lana mengancam..

"Lana, ini aku.." Lana terdiam ia mengenali suara lembut itu "Ramon, anda?" Lana menurunkan suara nya "kau sudah tidur, apakah aku mengganggu mu?" Ramon bertanya sedikit khawatir, "tidak kau tidak mengganggu, ada apa?" Lana merasa kantuk dan lelah yang melandanya hilang begitu saja secara tiba-tiba "Lana, maaf tapi aku merindukan mu.." Ramon berkata dengan nafas yang berat, Lana tertegun mendengarnya "bisakah kita bertemu?" Ramon seolah tak kehilangan kekuatan untuk mendikte Lana meskipun kini Lana bukanlah karyawan nya lagi "hmm, baiklah kau bisa kirimkan alamat dan waktu kapan untuk bertemu" Lana menjawab lalu memutus telephone nya, ia segera membenamkan dirinya ke bantal, entahlah tapi ada perasaan senang menyelimuti Lana saat itu, ketika handphone nya kembali berdering ia membuka sebuah pesan "selamat beristirahat Lana, aku merindukanmu.. Ramon" Lana seperti ingin meloncat membaca pesan tersebut, Lana pun menyimpan nomor tersebut di contact ponsel nya dan pergi tidur, berharap malam ini ia kembali memimpikan Ramon..

Sabtu, 27 Juni 2015

Setelah Kejutan itu..

 


Lana memasuki sebuah gedung bertingkat, ia sudah sangat siap dengan kemeja berwarna merah maroon serta rok span hitam dipadu dengan heels putih, Lana dengan siap memasuki gedung tersebut. "Bisa saya bantu?" resepsionis cantik menyapa Lana yang menghampirinya, "Saya mau bertemu dengan Pak Alfian," ucap Lana, sang resepsionis pun tampak memencet nomor tlp dan tampak berbicara dengan seseorang disana, "silahkan ikuti security itu" resepsionis itu berucap setelah selesai menutup tlp nya.

Lana mengikuti security yang mengantar nya, memasuki lift dan sang security memencet tombol lift di angka 33, Lana bergegas keluar dari lift dia memasuki sebuah ruangan yang cukup besar tampak seorang pria tengah duduk tenang disana "hai, Lana.., silahkan duduk" Alfian tak pernah berubah bagi Lana sikap hangat nya selalu membuat Lana merasa teduh "jadi, keputusan mu sudah bulat?" Alfian bertanya sambil membuka berkas yang Lana sodorkan berisi transkip nilai hasil kuliah nya.

"Aku ingin memulai hal baru Alfian, aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini" Lana berkata penuh keyakinan. Alfian mengangguk "kau bisa mulai bekerja sesegera yang kau inginkan Lana" Alfian tersenyum, "terima kasih Alfian".

Lana pun meninggalkan pekerjaan lama nya sebagai seorang pelayan di restaurant milik Ramon, Alfian telah sejak lama menawarkan pekerjaan yang lebih baik bagi nya,
Lana pun bergabung sebagai salah satu staff di divisi General Affair di perusahaan Alfian, tentu nya Ramon tidak mengetahui hal ini, Alfian meminta Lana tidak memberitaukan hal ini pada Ramon, Lana juga tidak tau apa alasan nya.

**Flashback**

"Lana aku ingin membahagiakanmu" Ramon berkata penuh keyakinan "tidak, kau tidak ingin membahagiakan aku, kau hanya menggunakan aku sebagai bayangan dari Aluna-mu, kau ingin menghidupkan Aluna-mu itu" Lana bersikeras,

Entah apa, tapi Lana sangat merasa senang ketika Ramon bersikap manis padanya, ia begitu merasa diistimewakan, tapi ketika Ramon menceritakan mengenai Aluna, calon istri nya yang meninggal 3 tahun lalu karena sebuah kecelakaan pada dua minggu sebelum hari pernikahan mereka, hal itu membuat Lana murka.

Lana tidak pernah lupa bagaimana Ramon menceritakan Aluna yang amat sangat mirip dengan dirinya, betapa Ramon dan Aluna kala itu telah merajut cita-cita dan tali kasih untuk mengarungi kehidupan bersama, tapi semua hanya sebatas angan karena Tuhan mengambil Aluna sangat cepat, dan Ramon pun seperti ikut mati dengan kejadian tersebut.

Aluna nya adalah gadis manis yang sangat dia cintai, Aluna nya sangat pintar memasak, soal urusan meracik makanan lezat Aluna tak pernah diragukan, maka itu Ramon mendirikan restaurant sebagai dedikasi cinta nya pada Aluna, ia tak ingin Aluna nya pergi jauh untuk mencari kepuasan pekerjaan meninggalkan nya ia ingin mengikat Aluna bersamanya.

Dan ketika Aluna pergi untuk selamanya karena kecelakaan itu, Ramon bahkan sudah seperti mati, hati nya ikut pergi terbawa Aluna, ia kehilangan gairah hidup nya, ia kehilangan dirinya bersama Aluna..

Sampai ketika dia melihat Lana, gadis lugu dari desa yang ingin mencari jati diri, merantau hidup ke kota besar berharap mendapat kehidupan yang lebih baik. Ramon seperti merasakan Aluna hidup kembali, Ramon merasakan kehangatan pada diri Lana, paras nya benar-benar telah mengembalikan gairah hidup Ramon yang hilang, Ramon merasa seperti mendapatkan kesempatan kedua.

Sebenarnya Ia ingin menjauhi Lana karena selalu melihat bayangan Aluna disana, dimata itu, di wajah itu, maka dia memindahkan Lana ke Lounge nya agar tak terlalu sering melihat nya, tapi Lana justru hadir difikiran-fikiran Ramon, Lana hadir dimalam-malam tidur Ramon lewat mimpi, Lana dalam mimpinya seperti menunggu Ramon seperti meminta sesuatu, dan Ramon tau betul dia memimpikan Lana bukan Aluna..

Ramon akhirnya tak sanggup menahan kegelisahan ini sendirian, ia ingin Lana tau, apa yang membelenggu nya saat ini, persimpangan antara Aluna dan Lana yang masih samar-samar ini ingin segera Ramon selesaikan, Ramon ingin tau siapa yang saat ini membangkitkan gairah hidupnya lagi, untuk nya Aluna nya sudah mati sejak lama, tapi seakan ia merasakan Aluna hidup dalam diri Lana.

Ramon mencoba berusaha menyampaikan pada Lana apa yang dia alami, mungkin Lana bisa memberikan Ramon penjelasan, meskipun Ramon tau Lana akan bingung dengan ini semua, Ramon sebenarnya tak ingin membuat Lana berfikir ia membuat Lana sebagai bayangan Aluna, ia justru ingin minta tolong kepada Lana untuk menghapus Aluna,

Tapi Lana terlalu marah, Lana terlalu merasa dipermainkan, sampai Lana pergi meninggalkan Ramon dengan penuh kemarahan karena merasa menjadi fantasi bagi Ramon untuk menghidupkan Aluna, hingga Lana memilih meninggalkan Ramon, dan meminta Ramon untuk tidak perlu menghubungi nya lagi, Ramon tidak tau Lana akan semurka itu,

Ramon kini kembali mati untuk kedua kali nya, ia seperti terhempas, ia kembali kehilangan gadis nya, walau masih terlalu cepat dikatakan sebagai gadisnya, tapi Ramon akan kembali berusaha untuk tetap membuat Lana nya hidup dan bukan sebagai fantasi nya melainkan sebagai kenyataan nya,

Ia menunggu Lana agar kemarahan nya reda, menunggu diwaktu yang tepat untuk kembali menyeret Lana ke pelukan nya dan menyadarkan Lana bahwa ia bukan lah sebuah fantasi bagi Ramon..

Senin, 22 Juni 2015

Lebih dari Terkejut..

 


Mobil sedan hitam itu berhenti tepat disebuah taman bermain kota. Lana hanya diam sepanjang perjalanan tadi begitu pun dengan Ramon, suasana ini cukup canggung untuk Lana, ia tidak pernah satu mobil dengan atasannya apalagi Ramon menyetir sendiri sungguh tidak pantas bagi Lana disupiri oleh bos nya sendiri.

"kau pernah datang kesini?" Ramon membukakan pintu mobil Lana yang sebenarnya telah terbuka oleh Lana, Lana hanya menggeleng ia memandang Ramon, Astaga! Lana baru sadar, hari ini penampilan Ramon tak seperti biasanya, pria itu tampak begitu casual, tak ada kemeja tak ada jas ataupun kacamata yang bertengger dibatang hidung nya. Ramon menggunakan polo t-shirt bewarna hitam polos dan blue jeans serta sepatu sport, Ah, dia terlihat begitu mempesona untuk Lana.

Ramon menarik tangan Lana membuyarkan lamunan Lana, entah sejak kapan, Lana lupa bahwa bos nya ini sudah sangat leluasa sekali untuk menggandeng tangannya dan Lana menurut saja "sebenarnya apa maksud bos mengajak saya ke tempat ini?" Lana bertanya penuh kebingungan "kamu butuh hiburan Lana, waktu mu begitu sibuk jadi kau harus sedikit refreshing, begitupun denganku" Ramon menjawab pertanyaan Lana dengan begitu yakin sambil menatap bola mata kecoklatan milik Lana dengan cukup dalam, tanpa diduga Lana melepaskan genggaman tangan Ramon, ia berhenti melangkah, Ramon terheran.

"maaf pak, tapi saya rasa ini sudah sangat aneh, saya benar-benar ingin tau maksud bos apa sebenarnya, apakah saya sedang bermimpi atau apa, kenapa ini sangat aneh, anda seperti bukan orang yang saya kenal" Lana meracau tanpa henti, Ramon yang melihat Lana penuh kebingungan dan kegelisahan langsung membenamkan Lana di pelukan nya penuh dengan rasa rindu, segera Lana bisa menghirup aroma maskulin Ramon "Lana, inilah aku yang sebenarnya, aku berusaha memberitau mu inilah aku yang sebenarnya" Ramon berucap pelan, Lana mendongakkan wajahnya berusaha menatap Ramon lebih dalam.

"Bos, inikah dirimu yang sebenarnya? tapi bagaimana mungkin?" Lana tidak sadar meneteskan bulir-bulir bening dari mata nya, Ramon yang kebingungan segera mengusap wajah Lana, ia menarik saliva nya "apakah aku menyakitimu Lana, oh sial, kenapa air matamu ini harus keluar," Lana menggelangkan kepala nya "aku tidak tau air mata apa ini bos, aku tidak tau apa yang aku rasakan" Ramon memeluk Lana kembali dengan erat "cukup Lana, panggil aku Ramon saja, aku sudah tidak akan menjadi bos mu lagi, hentikan tangisan mu, aku tidak mau melihat air matamu", Lana merasa sesak sangat sesak, ia seperti kehabisan nafas, ia hirup dalam-dalam aroma maskulin ditubuh Ramon, seperti ia benar-benar butuh udara itu.

***

"ayo Lana," Ramon membuka pintu mobil untuk Lana, gadis itu masih penuh dengan raut wajah kebingungan "pemakaman?" tanya nya seolah bertanya pada diri sendiri, sementara yang ditanya hanya tersenyum kecil dan menuntunnya..

"Aluna Smith" ya Ramon mengajak Lana ke sebuah makam dengan nama Aluna Smith, mata nya penuh sekali dengan banyak pertanyaan untuk Ramon namun Lana tidak mengeluarkan sepatah kata pun ia memperhatikan Ramon yang entah kapan sudah memakai kacamata hitam nya, Lana jadi kesulitan untuk menatap bola mata nya.

"Dia adalah kekasihku dulu Lana," Ramon menghela nafas, sebenarnya Ramon tidak begitu ingin datang ke makam Aluna saat ini tapi dia harus, "aku tau bos, dia kekasih yang sangat kau cintai yang namanya kau abadikan sebagai resto mu kan" Lana berucap sambil mengusap tangan Ramon, entah mengapa Lana seolah bisa merasakan kehampaan yang dirasakan Ramon yang tengah menatap Lana sangat dalam, tatapan penuh kerinduan yang tak dimengerti oleh Lana.

"kau sangat mirip dengan nya Lana" Ramon mengeluarkan secarik foto dari saku nya, tampak seorang gadis yang tengah duduk di taman dengan penuh bunga-bunga Lavender, jika dilihat dari latar taman tersebut Lana yakin foto itu pasti diabadikan diluar negri ini, gadis itu mengenakan dress cantik bewarna hijau tosca dengan potongan diatas lutut, rambut nya sebahu terurai cantik dengan mata besar, hidung yang pas tidak terlalu mancung dan wajah yang penuh kelembutan, Ya Tuhan, Lana seperti tengah melihat gambar diri nya sendiri, tapi Lana ingat dia tidak pernah berfoto ditaman seperti itu, sungguh gadis itu amatlah sangat mirip dengan nya "inilah dia" Ramon membuyarkan Lana yang sibuk dengan fikiran nya sendiri.

"tidak mungkin, ini gadis ini" Lana terheran tak percaya.

****






Selasa, 16 Juni 2015

Sebuah Kejutan..

 

"Tok tok.." Lana mendesah kesal, ini masih pagi mengapa ada orang bertamu sepagi ini kerumah kecil nya., Lana tersadar.. dia tak pernah kedatangan tamu sebelumnya, lalu siapa ini? Bergegas ia bangun dan menuju pintu "Pagi.." sebuah senyum manis ah ralat sebuah senyum indah Lana dapatkan dari balik pintu itu, Lana terkejut melihat tamu nya "seperti inikah caramu menyambut tamu?dengan membiarkan nya terus berdiri didepan pintu rumahmu?" sang tamu bertanya menggoda sambil mengacak-acak pelan rambut Lana lalu masuk tanpa permisi.

"Bapak ngapain kesini pak?kok bapak tau rumah saya?apa ada masalah pak?saya salah apa ya pak?" Lana menyerang tamu nya yang tak lain adalah Bos nya dengan segudang pertanyaan, sementara Ramon hanya melirik Lana dan menaikkan alis nya sebelah kiri lalu tersenyum "Lana, harusnya kau menawarkan aku minum, bahkan kau tak mempersilakan aku duduk hmm" Lana tertegun "hmm maaf pak, saya kaget tiba-tiba bos ada dirumah saya ini" Ramon memperhatikan Lana yang masih berdiri dibalik pintu, Gadis itu tampak kacau bagi nya Lana hanya mengenakan sebuah t-shirt polos dipadu celana pendek yang bahkan lebih cocok jika dikenakan oleh pria, celana yang sering Ramon sebut boxer, iya Lana mengenakan nya, Lana benar-benar kacau dalam berpakaian menurut nya.

"duduk lah Lana kemari, bukankah tempo hari kau datang ke resto mencariku?apa yang ingin kau bicarakan?" Lana seperti terhipnotis langsung duduk disamping Ramon dikursi kayu rumahnya "jadi bos datang karena itu ya?" Ramon mengangguk, ia menunggu kata-kata Lana selanjutnya, "Maaf bos,tapi sepertinya saya ingin berhenti bekerja dengan bos" Lana menunduk, dia memang ingin mengatakan hal ini pada Ramon tapi tentu tidak dengan suasana seperti ini, suasana yang menurut Lana canggung dan aneh, bagaimana bisa bos nya ini saat ini ada dirumah nya, Lana seperti mimpi.

Ramon menghela nafas, Lana tidak begitu paham apa arti helaan nafas Ramon tersebut, ia menunggu Ramon membuka mulut nya untuk mengatakan sesuatu "Lana, kau tau.. aku sangat lapar bisakah kau memasak sesuatu untukku?".


***

"aku sangat kenyang Lana" Lana hanya tertegun melihat bos nya makan dengan begitu lahap, Lana hanya memasak sekedarnya sebuah omelette dengan sup ayam yang tidak begitu istimewa, tapi Ramon menyantap makanan tersebut seperti tengah menyantap makanan terlezat didunia. "jadi, apakah bos tidak marah dengan saya?" Lana berusaha membahas pembicaraan sebelumnya, sebenarnya Lana agak kesal pada Ramon, dia sedang bicara serius tapi bos nya itu malah seolah tidak perduli dengan yang Lana bicarakan, alih-alih menyuruh Lana untuk memasak, apa jangan-jangan Ramon sengaja membuat Lana untuk mengurungkan niat nya untuk berhenti bekerja dari nya, supaya Ramon tidak perlu repot-repot mengeluarkan pesangon untuk nya, itu yang terlintas difikiran Lana.

"Lana, bersiaplah dan ikut aku ke suatu tempat" kejutan apalagi ini? Lana seperti terhuyung, ia betul-betul tidak mengerti dengan Ramon, ia seperti berhadapan dengan orang lain, sejak tadi ia membukakan pintu untuk Ramon, pria ini tampak tak seperti biasanya, sikap nya terlalu hangat, bahkan sangat hangat hanya untuk seorang karyawan biasa seperti Lana "kita mau kemana bos?apakah sedari tadi anda tidak mendengarkan ku? bukankah bos datang untuk membahas mengenai hal yang ingin aku bicarakan dengan anda bos?tapi kenapa sepertinya anda tidak peduli sama sekali dan malah mendikteku sejak tadi? suara Lana naik 2 oktaf, Lana sendiri tak sadar ia begitu berani bicara dengan nada tinggi seperti itu kepada Ramon, menurut nya Ramon sangat aneh.
"aku mohon padamu Lana, ikutlah denganku, aku berjanji setelah itu kita akan membahas semua yang ingin kau bahas" Ramon menangkup wajah Lana dengan kedua tangan nya, bola mata nya bertemu dengan bola mata gadis itu, yang memandang nya sangat bingung, ada perasaan takut tergambar dari mata itu.

Lana keluar dari rumah nya, selesai makan tadi Ramon membaca koran dan menunggu Lana bersiap diteras rumah nya, beberapa mata tetangga sempat memandang heran ke arah Ramon, cukup aneh tiba-tiba ada seorang pria yang bertamu di rumah Lana sepagi itu, sementara Lana sama sekali tidak pernah membawa teman pria nya kerumah, apalagi pria ini cukup tampan, Ramon tidak mempedulikan pandangan demi pandangan dari orang lain, yang ada difikiran nya saat ini hanyalah Lana, gadis itu yang kini sudah berdiri dihadapan nya.

Lana mengenakan kemeja lengan panjang berwarna hitam polos dengan dua kancing atas yang terbuka, ia memadukan nya dengan jeans berwarna putih serta membawa tas kecil nya, rambut sebahu nya yang masih basah ia biarkan mengurai, ia tak mau Ramon menunggu lama untuknya mengeringkan rambut, sementara ia hanya mengoleskan sedikit bedak dan lip gloss tipis dibibir nya "saya sudah siap pak" Ramon tersenyum ia menarik tangan Lana tanpa sepatah kata pun, menggandeng Lana menuju mobil sedan hitam yang terparkir dihalaman depan. 

"kau akan terkejut Lana," bisik Ramon sambil tersenyum pada Lana ketika membukakan pintu mobil untuk Lana, Lana termenung fikiran nya meracau, ia sudah tidak bisa menebak apa yang akan terjadi, ia hanya percaya Ramon tidak akan berlaku jahat pada nya. Lana mempercayai nya..

Jumat, 05 Juni 2015

Bersiaplah Lana..


Lana diberi tau oleh sesama pelayan di bar tersebut bahwa laki-laki yang malam itu ia temui di bar bernama Alfian, seseorang yang cukup dekat dengan bos mereka Ramon, Lana sempat kaget mengapa bos nya berteman dengan seseorang yang sudah jauh lebih tua dari nya. Alfian meskipun masih cukup tampan dan kharismatik tetapi tetap saja akan dapat terlihat bahwa dia adalah sosok pria yang telah cukup dewasa mungkin kisaran sekitar 34th, "Ah, kenapa aku jadi memikirkan hal yang tidak penting" Lana memarahi dirinya sendiri yang saat itu tak bisa tidur, ia kembali mengingat ketika malam itu dia amat sangat takut kepada tingkah laku Alfian yang bagi Lana cukup kasar, ketika Lana sudah terduduk disofa bersama dengan Alfian, Alfian sempat mengelus pelan rambut Lana yang tengah menunduk, tapi kemudian Alfian merebahkan kepala nya ke bahu Lana, ternyata Alfian sudah minum terlalu banyak, dan dia hilang kesadaran begitu saja.
Seorang pria berbadan cukup besar pun dengan sigap segera membawa Alfian keluar dari bar itu, entah siapa dia, Lana juga tidak ingin tau tapi sepertinya pria itu adalah supir atau mungkin pengawal Alfian, Lana sangat lega, rasa ketakutan nya pun hilang, padahal Lana sendiri tidak begitu mengerti sebenarnya apa yang dia takuti. Lana tidak mau tau lagi, dia sangat lelah dia hanya ingin istirahat dan tidur terlelap malam itu.

Lana berjalan cukup cepat, sebenarnya Lana masih ingin membenamkan dirinya ditempat tidur, lagipula ini baru jam 10 pagi, jam kerjanya dimulai pukul 09.00 malam. Tapi Ramon menelfonnya pagi tadi meminta Lana untuk datang ke restaurant menemuinya, Lana bingung ada apa, apakah dia melakukan kesalahan atau apa, maka segera saja Lana menemui bos nya. "Bos ada didalam?" tanya Lana pada seorang pelayan yang dikenalnya yang sedang membersihkan kaca, pelayan itu hanya mengangguk tanpa menjawab, Lana hanya menghela nafas, Iya, orang-orang di kota cukup sombong bagi Lana.
"permisi Bos" Lana mengetuk sambil membuka pintu, terlihat seperti biasa Ramon yang tengah duduk didepan laptop nya, tapi ada orang lain disana "hallo Lana" dengan senyum yang manis laki-laki itu menyapa Lana dan membuat Lana cukup kaget "anda?" Lana menelan ludah nya "kemari Lana duduk" Ramon memecah kebingungan Lana, Lana segera menguasai diri.
Ramon memperhatikan kebingungan di wajah Lana, Ramon tau yang terjadi dibar malam maka dari itu ia memanggil Lana dia ingin memperjelas kebingungan Lana "Lana kenalkan ini Alfian, dia adalah teman baik saya, bahkan sudah seperti kakak saya sendiri" Lana menatap Alfian yang sejak tadi masih tersenyum kepada nya "Ramon, jangan kaku begitu, kita sudah bertemu tadi malam, iya kan Lana?'" Alfian kini menggoda Lana, Lana beranjak berdiri "maaf Pak Alfian, tetapi sepertinya anda harus lebih sopan, bisakah kita berkenalan secara baik-baik?" Lana bicara dengan cukup tegas, ada nada marah disana, ada nada marah karena Lana merasa seolah seperti diremehkan oleh Alfian.

Ramon yang cukup kaget juga ikut berdiri, bahkan kini Ramon sudah keluar dari meja nya dia kini berdiri disamping Lana, memegang bahu Lana cukup kuat untuk menenangkan "Lana, saya minta maaf atas nama Alfian sungguh tapi Alfian tidak bermaksud buruk, hanya saja karakter Alfian memang seperti itu" kini Ramon bahkan menatap Alfian cukup tajam seperti mengisyaratkan sesuatu, Alfian juga beranjak dari duduk nya, kini mereka semua berdiri di ruangan itu "Baik, baik saya minta maaf. oke Lana jadi kedatangan saya kesini untuk minta maaf padamu, saya tau dibar kemarin itu kamu sangat ketakutan, meskipun saya sedang mabuk tapi saya ingat betul kalau kamu menangis, dan itu menjadi suatu hal yang terus menerus saya fikirkan, bisakah kamu memaafkan saya?mungkin kita akan mengulang pertemuan kita dari awal?perkenalkan saya Alfian" kini Alfian bicara cukup sopan dan serius membuat Lana tiba-tiba merasa tidak enak, "eh i iya Pak Alfian, maafkan juga sikap saya barusan yang kurang sopan, baiklah saya Lana" Lana mengulurkan tangan nya dan Alfian menjemput uluran tangan Lana lalu menjabat nya dengan kuat membuat Ramon kebingungan.

Waktu berlalu cukup cepat bagi Lana, kini Lana sudah semakin sibuk dengan hari-hari nya. Malam bekerja dibar sementara siang hari disibukkan dengan kuliah, ya hasil dari bekerjanya selama ini telah cukup untuk Lana memulai kuliah nya bahkan Lana kini sudah tidak tinggal bersama Rani, Lana memutuskan untuk menyewa sebuah rumah kecil dan bermaksud untuk tidak selalu merepotkan Rani. Pekerjaan nya juga cukup baik, meskipun bekerja di bar tapi Lana benar-benar pintar menjaga diri, ditambah lagi dengan perilaku Ramon atasannya yang selalu menitipkan Lana kepada para karyawan lainnya agar Lana tidak diganggu oleh tamu manapun. Hanya Alfian sajalah tamu yang bisa duduk mengobrol bersama Lana, tentu saja karena Lana dan Alfian sudah saling mengenal dan Alfian pun ternyata cukup baik pada Lana, ia menempatkan diri sebagai sosok pelindung untuk Lana dan sellau bertindak sopan pada Lana, hal ini lah yang membuat Lana merasa nyaman.

Dari luar rumah besar itu begitu sunyi, rumah terbesar dan termegah di kompleks perumahan itu tampak berdiri paling angkuh diantara rumah-rumah lainnya, mungkin saja karena rumah tersebut telah penuh dengan aura dari sang pemilik, malam itu di ruang kerja nya, masuk sang pengawalnya yang bertubuh cukup besar "kau sudah dapatkan semua informasi mengenai latar belakang nya?" pria itu bertanya tanpa memandang wajah pengawalnya, ia tampak fokus memandang wajah pada secarik foto ditangannya. "dia dibesarkan oleh neneknya selama ini, orang tua nya telah meninggalkannya sejak ia masih berusia 10th, ayah nya dikabarkan mati bunuh diri karena kaget dengan pernikahan muda yang disebabkan oleh kehamilan diluar nikah, sementara ibu nya pergi meninggalkan nya begitu saja dan tidak pernah kembali" sang pengawal bercerita sebanyak yang ia tau, ia pun memberikan sebuah dokumen berisi foto-foto pertumbuhan seorang gadis, "siapa dan dimana ibu nya saat ini?"  pria itu menatap tajam data-data di hadapannya, "kami belum mendapatkan informasi mengenai hal itu, tapi akan segera kami temukan info nya bos" sang pengawal memohon diri. Pria itu memandangi dalam-dalam foto gadis itu, ada kebencian yang cukup dalam pada gadis tersebut, tetapi ada keteduhan di mata pria tersebut setiap kali mengingat akan gadis itu "kau milikku" bisiknya pada lembaran foto-foto tersebut.

Hari ini Lana genap berusia 21 tahun, entahlah tapi bagi Lana ulang tahun nya tak begitu penting. Ada hal lain yang ingin Lana lakukan dihari ulang tahun nya. Hal yang telah cukup lama Lana fikirkan dan renungkan, tapi kali ini Lana sudah mantap dia harus melakukannya. Siang itu Lana masuk ke Aluna Resto, tempat yang sudah sangat dia kuasai setiap sudut nya, biasanya dia datang kesini jika bos nya Ramon memintanya menemui nya, tapi kini Lana datang untuk mencari Ramon, "Ramon tidak ada disini" tiba-tiba sebuah suara mengagetkan Lana yang tengah mengintip ruangan Ramon, "Ramon sedang ada urusan diluar kota dia sudah pergi sejak 3 hari yang lalu, sepertinya hari ini dia belum kembali" ternyata suara Shinta yang menghampiri nya, Shinta si manager yang dulu Lana fikir membencinya, tapi ternyata tidak Shinta memang memiliki sikap demikian, tegas, cukup terbuka, dan agak angkuh, tapi sebenarnya dia cukup baik, dia bahkan pernah menolong Lana ketika Lana pingsan di bar beberapa waktu lalu karena anemia yang kambuh, Shinta lah yang membawa Lana ke rumah sakit dan menjaga Lana sampai siuman bahkan ikut bermalam di rumah sakit juga dengan Lana, Lana tidak mau terlalu dekat dengan Shinta tetapi Lana sebenarnya cukup senang mengetahui bahwa tidak semua yang ia fikirkan tentang seseorang itu benar, "Iya mba, aku mau bertemu si bos," "siapa yang mau bertemu dengan Ramon?" seorang gadis tiba-tiba muncul dibelakang Shinta, gadis itu sangat cantik dengan mata besar kecoklatan, alis tebal, bibir tipis yang dihiasi dengan lipstik bewarna nude yang membuat bibir gadis itu terlihat basah dan menawan, ia mengenakan dress terusan diatas dengkul berwarna hijau dengan potongan cukup rendah dibagian dada nya, kulitnya yang putih bersih semakin membuat warna dress tersebut hidup dikulit nya, Lana bahkan seperti membayangkan sedang berhadapan dengan peri hutan seperti dalam novel-novel yang sering dibacanya "kamu ya?" gadis itu menghampiri Lana lebih dekat seperti menyelidik, memandang Lana dari ujung rambut hingga ujung kaki, Lana yang saat itu mengenakan polo shirt bewarna putih dengan dibalut celana jeans biasa beserta sepatu murahan tanpa sedikitpun make up diwajahnya seperti merasa terpojok dengan pandangan gadis itu, "iya saya mba" jawab Lana, "eh memangnya saya ini mba kamu apa ya? Ramon sedang ada urusan, kalau kamu ada perlu sama Ramon bisa sama saya aja kok" tiba-tiba gadis itu mendekat ke arah Lana seperti mencari sesuatu "eh kamu bau ini, lavender ya?" Lana kaget gadis itu bisa menghirup parfume yang dia gunakan "Iya mba, itu parfume saya" "Haha mba lagi, yaudah sekarang kau mau bicara atau tidak?kalau tidak aku mau makan siang, aku sudah sangat lapar" gadis itu tertawa kecil, "tidak mba, tidak begitu penting juga kok, lain kali saja, permisi" Lana lagsung pamit pada gadis itu dan juga Shinta.


Siapa gadis itu? bisik Lana pada dirinya sendiri...

Selasa, 26 Mei 2015

Jangan takut Lana...

"Lana lo kenapa semalam dipanggil ke ruangan nya Pak Ramon?" Lana yang tengah mengeringkan rambutnya dengan hairdryer sejenak berhenti mendengar pertanyaan Rani, "itu Ran, baru aku mau cerita ke kamu, pak ramon minta aku untuk pindah ke bar nya, gimana ya Ran?" Rani yang sedang berdandan seketika berhenti "apa?serius Lan? wah enak itu kalau di bar tamu nya lebih banyak dan biasanya kasih tip nya juga lumayan besar" mata Rani berbinar menatap Lana seolah meyakinkan Lana untuk tak perlu fikir-fikir lagi dengan permintaan dari Pak Ramon atasan mereka,
"iyasih, tapi aku masih belum tau Ran, soalnya kalau di bar kan seragam nya gitu, rok nya pendek dan ketat banget terus banyak asap rokok, ada yang minum juga hmm, aku gak biasa ran" Lana menghela nafas, Rani menghampiri Lana yang tengah duduk disisi kasur, sambil menepuk pundak Lana, Rani mencoba meyakinkan Lana "Lan, sekarang gini ya lo gausah peduliin deh apapun yang dilakukan orang-orang didalam bar itu, karena orang baik-baik itu gak akan masuk ke bar jadi kalau ada orang merokok, minum atau apalah di bar ya biarkan aja itu urusan mereka, lo disana ya kerja aja lakuin pekerjaan yang harus dilakuin yang penting jangan sampai lo nya melakukan hal-hal yang gak baik, untuk masalah pakaian gapapa lah Lan, untuk sementara saat jam kerja aja, lagipula kalau lo bisa dapat tambahan uang kan lo jadi bisa kuliah lagi kan?"

Ucapan Rani benar, Lana memang sangat ingin melanjutkan pendidikan nya dibangku kuliah, apakah mungkin ini caranya, "oke deh Ran, nanti aku akan coba bicara ke Pak Ramon". Rani mengedipkan mata nya.

"permisi Pak Ramon, saya mau bicara" Lana masuk ke ruangan Pak Ramon, dilihat nya sang bos yang tengah duduk di depan laptop nya,terkadang Lana sering menatap atasannya itu cukup lama, Ramon Alexander, lelaki berdarah campuran Spanyol itu memiliki daya tarik yang cukup memikat sebagai seorang pria, tubuh nya yang atletis tidak terlalu besar, tulang rahang yang tinggi, mata besar nan indah kecoklatan berpadu dengan alis dan bulu mata hitam tebal, serta bibirnya yang cukup indah, sepertinya Tuhan benar-benar sempurna menciptakan makhluk yang satu ini, benar-benar mampu membuat semua wanita bahagia memandang nya, Ramon pun masih tergolong sebagai seorang pengusaha muda usianya baru 26th tapi Ramon sudah memiliki kemapanan yang cukup besar. "Silahkan Lana" sebuah senyum tersungging dibibir Ramon, Lana pun tersenyum tak sengaja membalas, "jadi bagaimana?kamu menerima tawaran saya?" ada nada harap dalam kata-kata Ramon, ia kini bahkan telah menyingkirkan laptop nya, fokus menatap Lana. "iya Pak, setelah saya fikir, saya coba ambil pak untuk kerja di bar nya, tapi maaf pak apa saya boleh menggunakan seragam restaurant saja saat bekerja di bar? bukankah nama restaurant dan bar nya juga sama pak?" Lana meminta, Ramon tersenyum kecil, sebenarnya ia paham betul gadis seperti apa Lana ini "maaf Lana tapi itu sudah peraturan, kamu harus gunakan sergam di bar, nanti kamu temui Shinta dan minta seragam dengan ukuran pas yang tidak terlalu ketat ya" Lana mengangguk patuh, baginya Ramon sudah cukup baik dengan mengizinkan nya menggunakan seragam yang tidak terlalu ketat ia tidak mau meminta lebih lagi.

Shinta adalah manager di restaurant & bar milik Ramon, dapat dikatakan Shinta lah yang lebih banyak mengurus resto dan bar tersebut, Ramon hanya sesekali memantau, Ramon lebih sibuk dengan perusahaan perkebunan kelapa sawitnya yang cukup besar, resto dan bar ini sendiri dulu Ramon dirikan untuk mantan kekasihnya bernama Aluna, karena itu lah resto dan bar ini bernama Aluna Lounge, itu cerita yang Lana dengar. "entah kenapa dari awal kamu masuk, bos seperti membedakan kamu ya" nada sinis terdengar dari ucapan Shinta yang cukup membuat Lana kaget, Lana yang tengah mencoba seragamnya seketika menatap Shinta "maksudnya mba Shinta?" Shinta tidak menjawab, ia langsung meninggalkan ruangan loker tersebut dan membuat Lana kebingungan.

Musik yang cukup keras, asap rokok, dan lalu lalang pria mabuk, Lana seperti tidak sanggup, ia pusing melihat hal itu padahal Lana tidak minum apapun. Lana hanya berdiri disamping bartender, jika ada yang memesan makanan baru ia keluar mengantarkan nya, "Lana, ini table 18" seorang bartender memberikan minuman kepada Lana, bergegas Lana mengantarkan "18..18" gumam Lana, "permisi" sapa Lana kepada tamu tersebut, tamu itu bukan lah orang biasa dapat dikatakan ia adalah seorang yang sangat dihormati di bar tersebut, "eh siapa kamu?mana shinta?" Lana kaget tiba-tiba ditanya begitu, "saya Lana pak, mba Shinta ada didalam" Pria itu melucuti Lana dari atas kepala hingga ujung kaki dengan pandangan nya "kamu pelayan baru?" tanya nya lagi, Lana hanya mengangguk, pria itu berdiri menghampiri Lana lebih dekat ia ingin memperhatikan wajah Lana lebih jelas, dalam kegelapan pun pancaran kecantikan Lana memang tidak dapat disembunyikan mata nya yang indah, hidung nya yang tidak terlalu mancung, bibir nya yang tipis, serta tubuhnya yang sintal terbungkus oleh seragam kerja yang kebesaran rupanya cukup memikat pria ini, tiba-tiba Lana merasa takut, ia bermaksud meninggalkan meja itu, tetapi tangan nya ditarik oleh tamu tersebut "duduk disini bersamaku, saya mau bicara" Pria itu cukup memaksa.

Lana pun tak bisa menolak, ia duduk ketakutan, ia tak pernah sedekat ini dengan seorang pria, bahkan pria ini memegang dagu Lana seperti sedang menelaah mencari sesuatu diwajah Lana, Lana memejamkan mata nya, entah kenapa Lana takut,, takut sekali hingga kemudian Lana menangis....
Gadis kecil itu setengah berlari menuju rumahnya, rintik gerimis yang cukup lebat membuat tubuh kecilnya basah dia kedinginan dia ingin segera sampai dirumah dan bersembunyi didalam selimut nya.
"Assalamualaikum.." sepertinya tidak ada yang menjawab ucapan salam nya, setelah melepaskan sepatu nya gadis itu pun memasuki rumahnya didapatinya sang nenek yang sedang menjahit, "Lana sudah pulang? kok nenek tidak dengar ucapan salam dari Lana ya?" Lana si gadis kecil itu tersenyum sambil mencium tangan nenek yang amat disayangi nya "Iya nek, Lana tadi ngucap salam nya terlalu pelan jadi nenek tidak dengar deh, masak apa nek, Lana lapar?" Ya, tentu saja Lana berbohong ia tidak mau menyinggung perasaan neneknya dengan mengatakan bahwa neneknya yang karena umur pendengarannya sudah tidak sebaik saat muda, neneknya memang sudah tua bahkan sudah cukup tua bagi Lana untuk membesarkan Lana seorang diri, dengan menjahit dan membuka toko kelontong dirumah yang menjadi mata pencariannya Lana merasa tidak tega melihat neneknya harus menanggung beban hidup nya dan pendidikan Lana, seandainya Lana sudah bisa bekerja dia tak mau neneknya bekerja lagi, nenek nya harus istirahat dan bahagia di masa senja nya. Tanpa Lana tahu bahwa nenek Ami sangat bahagia mengurus hidup Lana,

Ingatan Lana berlalu ke delapan tahun yang lalu..
'Sandra kau tidak bisa lakukan ini, bagaimanapun juga kau tetap harus bertanggung jawab atas putrimu!" Nenek Ami berkata keras "Tidak bu, Sandra mau mengejar cita-cita dan kebahagiaan Sandra sendiri, kalau Sandra bawa Lana ke kota dia bisa merepotkan Sandra" Sandra begitu keras kepala, diapun meninggalkan Lana bersama nenek Ami dengan alasan mencari kehidupan yang lebih baik dikota, selepas kematian Ayah Lana, hidup mereka memang semakin sulit, Snadra adalah seorang wanita muda nan cantik yang cukup pintar, diusianya kala itu 26th dia sudah menjadi seorang Ibu untuk anak berumur 10th, namun penampilannya tidak nampak layaknya seorang Ibu, dia terlihat lebih muda dari usianya, masih segar, masih cantik, dan bahkan seperti gadis kisaran 20th. Dengan bekal keberanian Sandra pergi meninggalkan ibu dan putri nya, ia berjanji akan menjemput mereka jika sudah berhasil hidup dikota, tapi hingga 10th berlalu Sandra tak pernah kembali, kabar nya pun tak pernah terdengar, Nenek Ami selalu berusaha mencari kabar Sandra kepada para tetangga yang bekerja dikota kalau kalau mereka ada yang bertemu dengan Sandra, tetapi hasilnya nihil, sampai nenek akhirnya pasrah dan hanya mengirimkan doa agar Sandra diberi keselamatan oleh Yang Maha Kuasa. Lana sendiri seperti sudah kehilangan rasa sedihnya, sering dimalam sebelum tidur ia merindukan sosok Sandra, berharap akan menemani tidurnya mengusap kepalanya layaknya seorang Ibu yang perhatian, tapi Lana akhirnya mengerti bahwa hidup memang punya jalannya sendiri, mungkin Lana memang sudah harus cukup puas dengan kasih sayang yang didapat dari Nenek Ami saat ini.

~Kembali ke masa sekarang..
 "belum sempat masak Lana maaf, ini jahitannya cukup banyak pesanan Bu Ira" Lana menghampiri beberapa lipatan bahan berwarna hijau milik Bu Ira tersebut kainnya sangat cantik pasti mahal gumam Lana, tentu saja bu Ira kan salah satu orang cukup kaya didesa ini, "yasudah nek gapapa, Lana masak nasi goreng deh, nenek udah makan belum? Lana buatin juga ya?" ujar Lana, betapa dia begitu memahami neneknya yang cukup lelah, Nenek Ami hanya mengangguk tanpa mengucap sepatah katapun.

Kelulusan tiba, kini Lana sudah mengenggam ijazah SMA nya, ia berharap banyak dari ijazah tersebut untuk membawanya pada pekerjaan yang yang ia inginkan. Langkahnya cukup cepat menuju rumahnya, ia ingin memamerkan nilai-nilai yang tertera dalam ijazah itu pada nenek Ami. Ada yang berbeda dari rumahnya, banyak orang disana Lana mencoba menebak apa yang tengah terjadi apa ini karena kelulusan nya? Tidak mungkin, tiba-tiba Lana teringat akan nenek, tadi padi ketika Lana hendak berangkat ke sekolah, nenek Ami memang kurang sehat badannya cukup lemas. Lana berlari memasuki kediamannya, dia terpaku didepan pintu mendapati kenyataan yang dia lihat. Nenek Ami sudah berbaring ditengah kerumunan para warga yang tengah berdoa, Iya! Nenek Ami telah  pergi! Pergi meninggalkan Lana terlebih dahulu kedunia yang sebenarnya! Lana menangis sangat keras ia meraung berteriak memanggil neneknya, berharap sang nenek akan mendengar dan terbangun mendengar jeriitannya, Lana berteriak-berteriak sampai kemudian Lana tidak bisa lagi mendengar suara tangisannya sendiri. Ia pingsan.

Ketujuh hari setelah kematian sang nenek, Lana masih belum bisa percaya. Nenek Ami meninggal karena terjatuh dari di kamar mandi begitu keterangan yang didapatkannya dari tetangga yang mengurus jenazah nenek Ami saat itu. Lana sangat terpukul, amat sangat terpukul, dia baru saja merancang kebahagiaan-kebahagiaan yang akan dia lakukan bersama sang nenek, namun sepertinya Lana tak punya kesempatan, tugas nenek Ami telah selesai, kini Lana harus mandiri, hidup sebatang kara dan harus tetap bertahan hidup betapapun sulitnya, Ya, Harus!

Lana terbangun, suasana kota ini tak begitu bersahabat untuknya. Sudah dua minggu Lana tinggal disini tapi dia belum juga merasa nyaman dengan keadaan baru disini, baginya suasananya terlalu bising Lana tidak begitu menyukainya, namun dia harus menjalaninya. Ya, kini Lana tinggal bersama Rani, kakak kelasnya di SMP dulu, Rani tak seberuntung dirinya, begitu lulus SMP ia langsung merantau ke kota menjadi pelayan disebuaah restaurant kini dia mengajak Lana untuk bekerja bersama dengannya. Lana mengikut saja meskipun dia punya mimpi besar dengan ijazah SMA nya, tapi Lana juga sadar bahwa tamatan SMA aja tidak cukup untuk mendapatkan pekerjaan bagus dikota, maka ia pun tidak menolak saat Rani menawarkan pekerjaan sebagai pelayan restoran saat itu karena Lana harus menyambung hidup, paling tidak pekerjaan ini akan menjadi batu loncatan untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik.

1. Berjuang lah Lana ......