Sabtu, 27 Juni 2015

Setelah Kejutan itu..

 


Lana memasuki sebuah gedung bertingkat, ia sudah sangat siap dengan kemeja berwarna merah maroon serta rok span hitam dipadu dengan heels putih, Lana dengan siap memasuki gedung tersebut. "Bisa saya bantu?" resepsionis cantik menyapa Lana yang menghampirinya, "Saya mau bertemu dengan Pak Alfian," ucap Lana, sang resepsionis pun tampak memencet nomor tlp dan tampak berbicara dengan seseorang disana, "silahkan ikuti security itu" resepsionis itu berucap setelah selesai menutup tlp nya.

Lana mengikuti security yang mengantar nya, memasuki lift dan sang security memencet tombol lift di angka 33, Lana bergegas keluar dari lift dia memasuki sebuah ruangan yang cukup besar tampak seorang pria tengah duduk tenang disana "hai, Lana.., silahkan duduk" Alfian tak pernah berubah bagi Lana sikap hangat nya selalu membuat Lana merasa teduh "jadi, keputusan mu sudah bulat?" Alfian bertanya sambil membuka berkas yang Lana sodorkan berisi transkip nilai hasil kuliah nya.

"Aku ingin memulai hal baru Alfian, aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini" Lana berkata penuh keyakinan. Alfian mengangguk "kau bisa mulai bekerja sesegera yang kau inginkan Lana" Alfian tersenyum, "terima kasih Alfian".

Lana pun meninggalkan pekerjaan lama nya sebagai seorang pelayan di restaurant milik Ramon, Alfian telah sejak lama menawarkan pekerjaan yang lebih baik bagi nya,
Lana pun bergabung sebagai salah satu staff di divisi General Affair di perusahaan Alfian, tentu nya Ramon tidak mengetahui hal ini, Alfian meminta Lana tidak memberitaukan hal ini pada Ramon, Lana juga tidak tau apa alasan nya.

**Flashback**

"Lana aku ingin membahagiakanmu" Ramon berkata penuh keyakinan "tidak, kau tidak ingin membahagiakan aku, kau hanya menggunakan aku sebagai bayangan dari Aluna-mu, kau ingin menghidupkan Aluna-mu itu" Lana bersikeras,

Entah apa, tapi Lana sangat merasa senang ketika Ramon bersikap manis padanya, ia begitu merasa diistimewakan, tapi ketika Ramon menceritakan mengenai Aluna, calon istri nya yang meninggal 3 tahun lalu karena sebuah kecelakaan pada dua minggu sebelum hari pernikahan mereka, hal itu membuat Lana murka.

Lana tidak pernah lupa bagaimana Ramon menceritakan Aluna yang amat sangat mirip dengan dirinya, betapa Ramon dan Aluna kala itu telah merajut cita-cita dan tali kasih untuk mengarungi kehidupan bersama, tapi semua hanya sebatas angan karena Tuhan mengambil Aluna sangat cepat, dan Ramon pun seperti ikut mati dengan kejadian tersebut.

Aluna nya adalah gadis manis yang sangat dia cintai, Aluna nya sangat pintar memasak, soal urusan meracik makanan lezat Aluna tak pernah diragukan, maka itu Ramon mendirikan restaurant sebagai dedikasi cinta nya pada Aluna, ia tak ingin Aluna nya pergi jauh untuk mencari kepuasan pekerjaan meninggalkan nya ia ingin mengikat Aluna bersamanya.

Dan ketika Aluna pergi untuk selamanya karena kecelakaan itu, Ramon bahkan sudah seperti mati, hati nya ikut pergi terbawa Aluna, ia kehilangan gairah hidup nya, ia kehilangan dirinya bersama Aluna..

Sampai ketika dia melihat Lana, gadis lugu dari desa yang ingin mencari jati diri, merantau hidup ke kota besar berharap mendapat kehidupan yang lebih baik. Ramon seperti merasakan Aluna hidup kembali, Ramon merasakan kehangatan pada diri Lana, paras nya benar-benar telah mengembalikan gairah hidup Ramon yang hilang, Ramon merasa seperti mendapatkan kesempatan kedua.

Sebenarnya Ia ingin menjauhi Lana karena selalu melihat bayangan Aluna disana, dimata itu, di wajah itu, maka dia memindahkan Lana ke Lounge nya agar tak terlalu sering melihat nya, tapi Lana justru hadir difikiran-fikiran Ramon, Lana hadir dimalam-malam tidur Ramon lewat mimpi, Lana dalam mimpinya seperti menunggu Ramon seperti meminta sesuatu, dan Ramon tau betul dia memimpikan Lana bukan Aluna..

Ramon akhirnya tak sanggup menahan kegelisahan ini sendirian, ia ingin Lana tau, apa yang membelenggu nya saat ini, persimpangan antara Aluna dan Lana yang masih samar-samar ini ingin segera Ramon selesaikan, Ramon ingin tau siapa yang saat ini membangkitkan gairah hidupnya lagi, untuk nya Aluna nya sudah mati sejak lama, tapi seakan ia merasakan Aluna hidup dalam diri Lana.

Ramon mencoba berusaha menyampaikan pada Lana apa yang dia alami, mungkin Lana bisa memberikan Ramon penjelasan, meskipun Ramon tau Lana akan bingung dengan ini semua, Ramon sebenarnya tak ingin membuat Lana berfikir ia membuat Lana sebagai bayangan Aluna, ia justru ingin minta tolong kepada Lana untuk menghapus Aluna,

Tapi Lana terlalu marah, Lana terlalu merasa dipermainkan, sampai Lana pergi meninggalkan Ramon dengan penuh kemarahan karena merasa menjadi fantasi bagi Ramon untuk menghidupkan Aluna, hingga Lana memilih meninggalkan Ramon, dan meminta Ramon untuk tidak perlu menghubungi nya lagi, Ramon tidak tau Lana akan semurka itu,

Ramon kini kembali mati untuk kedua kali nya, ia seperti terhempas, ia kembali kehilangan gadis nya, walau masih terlalu cepat dikatakan sebagai gadisnya, tapi Ramon akan kembali berusaha untuk tetap membuat Lana nya hidup dan bukan sebagai fantasi nya melainkan sebagai kenyataan nya,

Ia menunggu Lana agar kemarahan nya reda, menunggu diwaktu yang tepat untuk kembali menyeret Lana ke pelukan nya dan menyadarkan Lana bahwa ia bukan lah sebuah fantasi bagi Ramon..

Senin, 22 Juni 2015

Lebih dari Terkejut..

 


Mobil sedan hitam itu berhenti tepat disebuah taman bermain kota. Lana hanya diam sepanjang perjalanan tadi begitu pun dengan Ramon, suasana ini cukup canggung untuk Lana, ia tidak pernah satu mobil dengan atasannya apalagi Ramon menyetir sendiri sungguh tidak pantas bagi Lana disupiri oleh bos nya sendiri.

"kau pernah datang kesini?" Ramon membukakan pintu mobil Lana yang sebenarnya telah terbuka oleh Lana, Lana hanya menggeleng ia memandang Ramon, Astaga! Lana baru sadar, hari ini penampilan Ramon tak seperti biasanya, pria itu tampak begitu casual, tak ada kemeja tak ada jas ataupun kacamata yang bertengger dibatang hidung nya. Ramon menggunakan polo t-shirt bewarna hitam polos dan blue jeans serta sepatu sport, Ah, dia terlihat begitu mempesona untuk Lana.

Ramon menarik tangan Lana membuyarkan lamunan Lana, entah sejak kapan, Lana lupa bahwa bos nya ini sudah sangat leluasa sekali untuk menggandeng tangannya dan Lana menurut saja "sebenarnya apa maksud bos mengajak saya ke tempat ini?" Lana bertanya penuh kebingungan "kamu butuh hiburan Lana, waktu mu begitu sibuk jadi kau harus sedikit refreshing, begitupun denganku" Ramon menjawab pertanyaan Lana dengan begitu yakin sambil menatap bola mata kecoklatan milik Lana dengan cukup dalam, tanpa diduga Lana melepaskan genggaman tangan Ramon, ia berhenti melangkah, Ramon terheran.

"maaf pak, tapi saya rasa ini sudah sangat aneh, saya benar-benar ingin tau maksud bos apa sebenarnya, apakah saya sedang bermimpi atau apa, kenapa ini sangat aneh, anda seperti bukan orang yang saya kenal" Lana meracau tanpa henti, Ramon yang melihat Lana penuh kebingungan dan kegelisahan langsung membenamkan Lana di pelukan nya penuh dengan rasa rindu, segera Lana bisa menghirup aroma maskulin Ramon "Lana, inilah aku yang sebenarnya, aku berusaha memberitau mu inilah aku yang sebenarnya" Ramon berucap pelan, Lana mendongakkan wajahnya berusaha menatap Ramon lebih dalam.

"Bos, inikah dirimu yang sebenarnya? tapi bagaimana mungkin?" Lana tidak sadar meneteskan bulir-bulir bening dari mata nya, Ramon yang kebingungan segera mengusap wajah Lana, ia menarik saliva nya "apakah aku menyakitimu Lana, oh sial, kenapa air matamu ini harus keluar," Lana menggelangkan kepala nya "aku tidak tau air mata apa ini bos, aku tidak tau apa yang aku rasakan" Ramon memeluk Lana kembali dengan erat "cukup Lana, panggil aku Ramon saja, aku sudah tidak akan menjadi bos mu lagi, hentikan tangisan mu, aku tidak mau melihat air matamu", Lana merasa sesak sangat sesak, ia seperti kehabisan nafas, ia hirup dalam-dalam aroma maskulin ditubuh Ramon, seperti ia benar-benar butuh udara itu.

***

"ayo Lana," Ramon membuka pintu mobil untuk Lana, gadis itu masih penuh dengan raut wajah kebingungan "pemakaman?" tanya nya seolah bertanya pada diri sendiri, sementara yang ditanya hanya tersenyum kecil dan menuntunnya..

"Aluna Smith" ya Ramon mengajak Lana ke sebuah makam dengan nama Aluna Smith, mata nya penuh sekali dengan banyak pertanyaan untuk Ramon namun Lana tidak mengeluarkan sepatah kata pun ia memperhatikan Ramon yang entah kapan sudah memakai kacamata hitam nya, Lana jadi kesulitan untuk menatap bola mata nya.

"Dia adalah kekasihku dulu Lana," Ramon menghela nafas, sebenarnya Ramon tidak begitu ingin datang ke makam Aluna saat ini tapi dia harus, "aku tau bos, dia kekasih yang sangat kau cintai yang namanya kau abadikan sebagai resto mu kan" Lana berucap sambil mengusap tangan Ramon, entah mengapa Lana seolah bisa merasakan kehampaan yang dirasakan Ramon yang tengah menatap Lana sangat dalam, tatapan penuh kerinduan yang tak dimengerti oleh Lana.

"kau sangat mirip dengan nya Lana" Ramon mengeluarkan secarik foto dari saku nya, tampak seorang gadis yang tengah duduk di taman dengan penuh bunga-bunga Lavender, jika dilihat dari latar taman tersebut Lana yakin foto itu pasti diabadikan diluar negri ini, gadis itu mengenakan dress cantik bewarna hijau tosca dengan potongan diatas lutut, rambut nya sebahu terurai cantik dengan mata besar, hidung yang pas tidak terlalu mancung dan wajah yang penuh kelembutan, Ya Tuhan, Lana seperti tengah melihat gambar diri nya sendiri, tapi Lana ingat dia tidak pernah berfoto ditaman seperti itu, sungguh gadis itu amatlah sangat mirip dengan nya "inilah dia" Ramon membuyarkan Lana yang sibuk dengan fikiran nya sendiri.

"tidak mungkin, ini gadis ini" Lana terheran tak percaya.

****






Selasa, 16 Juni 2015

Sebuah Kejutan..

 

"Tok tok.." Lana mendesah kesal, ini masih pagi mengapa ada orang bertamu sepagi ini kerumah kecil nya., Lana tersadar.. dia tak pernah kedatangan tamu sebelumnya, lalu siapa ini? Bergegas ia bangun dan menuju pintu "Pagi.." sebuah senyum manis ah ralat sebuah senyum indah Lana dapatkan dari balik pintu itu, Lana terkejut melihat tamu nya "seperti inikah caramu menyambut tamu?dengan membiarkan nya terus berdiri didepan pintu rumahmu?" sang tamu bertanya menggoda sambil mengacak-acak pelan rambut Lana lalu masuk tanpa permisi.

"Bapak ngapain kesini pak?kok bapak tau rumah saya?apa ada masalah pak?saya salah apa ya pak?" Lana menyerang tamu nya yang tak lain adalah Bos nya dengan segudang pertanyaan, sementara Ramon hanya melirik Lana dan menaikkan alis nya sebelah kiri lalu tersenyum "Lana, harusnya kau menawarkan aku minum, bahkan kau tak mempersilakan aku duduk hmm" Lana tertegun "hmm maaf pak, saya kaget tiba-tiba bos ada dirumah saya ini" Ramon memperhatikan Lana yang masih berdiri dibalik pintu, Gadis itu tampak kacau bagi nya Lana hanya mengenakan sebuah t-shirt polos dipadu celana pendek yang bahkan lebih cocok jika dikenakan oleh pria, celana yang sering Ramon sebut boxer, iya Lana mengenakan nya, Lana benar-benar kacau dalam berpakaian menurut nya.

"duduk lah Lana kemari, bukankah tempo hari kau datang ke resto mencariku?apa yang ingin kau bicarakan?" Lana seperti terhipnotis langsung duduk disamping Ramon dikursi kayu rumahnya "jadi bos datang karena itu ya?" Ramon mengangguk, ia menunggu kata-kata Lana selanjutnya, "Maaf bos,tapi sepertinya saya ingin berhenti bekerja dengan bos" Lana menunduk, dia memang ingin mengatakan hal ini pada Ramon tapi tentu tidak dengan suasana seperti ini, suasana yang menurut Lana canggung dan aneh, bagaimana bisa bos nya ini saat ini ada dirumah nya, Lana seperti mimpi.

Ramon menghela nafas, Lana tidak begitu paham apa arti helaan nafas Ramon tersebut, ia menunggu Ramon membuka mulut nya untuk mengatakan sesuatu "Lana, kau tau.. aku sangat lapar bisakah kau memasak sesuatu untukku?".


***

"aku sangat kenyang Lana" Lana hanya tertegun melihat bos nya makan dengan begitu lahap, Lana hanya memasak sekedarnya sebuah omelette dengan sup ayam yang tidak begitu istimewa, tapi Ramon menyantap makanan tersebut seperti tengah menyantap makanan terlezat didunia. "jadi, apakah bos tidak marah dengan saya?" Lana berusaha membahas pembicaraan sebelumnya, sebenarnya Lana agak kesal pada Ramon, dia sedang bicara serius tapi bos nya itu malah seolah tidak perduli dengan yang Lana bicarakan, alih-alih menyuruh Lana untuk memasak, apa jangan-jangan Ramon sengaja membuat Lana untuk mengurungkan niat nya untuk berhenti bekerja dari nya, supaya Ramon tidak perlu repot-repot mengeluarkan pesangon untuk nya, itu yang terlintas difikiran Lana.

"Lana, bersiaplah dan ikut aku ke suatu tempat" kejutan apalagi ini? Lana seperti terhuyung, ia betul-betul tidak mengerti dengan Ramon, ia seperti berhadapan dengan orang lain, sejak tadi ia membukakan pintu untuk Ramon, pria ini tampak tak seperti biasanya, sikap nya terlalu hangat, bahkan sangat hangat hanya untuk seorang karyawan biasa seperti Lana "kita mau kemana bos?apakah sedari tadi anda tidak mendengarkan ku? bukankah bos datang untuk membahas mengenai hal yang ingin aku bicarakan dengan anda bos?tapi kenapa sepertinya anda tidak peduli sama sekali dan malah mendikteku sejak tadi? suara Lana naik 2 oktaf, Lana sendiri tak sadar ia begitu berani bicara dengan nada tinggi seperti itu kepada Ramon, menurut nya Ramon sangat aneh.
"aku mohon padamu Lana, ikutlah denganku, aku berjanji setelah itu kita akan membahas semua yang ingin kau bahas" Ramon menangkup wajah Lana dengan kedua tangan nya, bola mata nya bertemu dengan bola mata gadis itu, yang memandang nya sangat bingung, ada perasaan takut tergambar dari mata itu.

Lana keluar dari rumah nya, selesai makan tadi Ramon membaca koran dan menunggu Lana bersiap diteras rumah nya, beberapa mata tetangga sempat memandang heran ke arah Ramon, cukup aneh tiba-tiba ada seorang pria yang bertamu di rumah Lana sepagi itu, sementara Lana sama sekali tidak pernah membawa teman pria nya kerumah, apalagi pria ini cukup tampan, Ramon tidak mempedulikan pandangan demi pandangan dari orang lain, yang ada difikiran nya saat ini hanyalah Lana, gadis itu yang kini sudah berdiri dihadapan nya.

Lana mengenakan kemeja lengan panjang berwarna hitam polos dengan dua kancing atas yang terbuka, ia memadukan nya dengan jeans berwarna putih serta membawa tas kecil nya, rambut sebahu nya yang masih basah ia biarkan mengurai, ia tak mau Ramon menunggu lama untuknya mengeringkan rambut, sementara ia hanya mengoleskan sedikit bedak dan lip gloss tipis dibibir nya "saya sudah siap pak" Ramon tersenyum ia menarik tangan Lana tanpa sepatah kata pun, menggandeng Lana menuju mobil sedan hitam yang terparkir dihalaman depan. 

"kau akan terkejut Lana," bisik Ramon sambil tersenyum pada Lana ketika membukakan pintu mobil untuk Lana, Lana termenung fikiran nya meracau, ia sudah tidak bisa menebak apa yang akan terjadi, ia hanya percaya Ramon tidak akan berlaku jahat pada nya. Lana mempercayai nya..

Jumat, 05 Juni 2015

Bersiaplah Lana..


Lana diberi tau oleh sesama pelayan di bar tersebut bahwa laki-laki yang malam itu ia temui di bar bernama Alfian, seseorang yang cukup dekat dengan bos mereka Ramon, Lana sempat kaget mengapa bos nya berteman dengan seseorang yang sudah jauh lebih tua dari nya. Alfian meskipun masih cukup tampan dan kharismatik tetapi tetap saja akan dapat terlihat bahwa dia adalah sosok pria yang telah cukup dewasa mungkin kisaran sekitar 34th, "Ah, kenapa aku jadi memikirkan hal yang tidak penting" Lana memarahi dirinya sendiri yang saat itu tak bisa tidur, ia kembali mengingat ketika malam itu dia amat sangat takut kepada tingkah laku Alfian yang bagi Lana cukup kasar, ketika Lana sudah terduduk disofa bersama dengan Alfian, Alfian sempat mengelus pelan rambut Lana yang tengah menunduk, tapi kemudian Alfian merebahkan kepala nya ke bahu Lana, ternyata Alfian sudah minum terlalu banyak, dan dia hilang kesadaran begitu saja.
Seorang pria berbadan cukup besar pun dengan sigap segera membawa Alfian keluar dari bar itu, entah siapa dia, Lana juga tidak ingin tau tapi sepertinya pria itu adalah supir atau mungkin pengawal Alfian, Lana sangat lega, rasa ketakutan nya pun hilang, padahal Lana sendiri tidak begitu mengerti sebenarnya apa yang dia takuti. Lana tidak mau tau lagi, dia sangat lelah dia hanya ingin istirahat dan tidur terlelap malam itu.

Lana berjalan cukup cepat, sebenarnya Lana masih ingin membenamkan dirinya ditempat tidur, lagipula ini baru jam 10 pagi, jam kerjanya dimulai pukul 09.00 malam. Tapi Ramon menelfonnya pagi tadi meminta Lana untuk datang ke restaurant menemuinya, Lana bingung ada apa, apakah dia melakukan kesalahan atau apa, maka segera saja Lana menemui bos nya. "Bos ada didalam?" tanya Lana pada seorang pelayan yang dikenalnya yang sedang membersihkan kaca, pelayan itu hanya mengangguk tanpa menjawab, Lana hanya menghela nafas, Iya, orang-orang di kota cukup sombong bagi Lana.
"permisi Bos" Lana mengetuk sambil membuka pintu, terlihat seperti biasa Ramon yang tengah duduk didepan laptop nya, tapi ada orang lain disana "hallo Lana" dengan senyum yang manis laki-laki itu menyapa Lana dan membuat Lana cukup kaget "anda?" Lana menelan ludah nya "kemari Lana duduk" Ramon memecah kebingungan Lana, Lana segera menguasai diri.
Ramon memperhatikan kebingungan di wajah Lana, Ramon tau yang terjadi dibar malam maka dari itu ia memanggil Lana dia ingin memperjelas kebingungan Lana "Lana kenalkan ini Alfian, dia adalah teman baik saya, bahkan sudah seperti kakak saya sendiri" Lana menatap Alfian yang sejak tadi masih tersenyum kepada nya "Ramon, jangan kaku begitu, kita sudah bertemu tadi malam, iya kan Lana?'" Alfian kini menggoda Lana, Lana beranjak berdiri "maaf Pak Alfian, tetapi sepertinya anda harus lebih sopan, bisakah kita berkenalan secara baik-baik?" Lana bicara dengan cukup tegas, ada nada marah disana, ada nada marah karena Lana merasa seolah seperti diremehkan oleh Alfian.

Ramon yang cukup kaget juga ikut berdiri, bahkan kini Ramon sudah keluar dari meja nya dia kini berdiri disamping Lana, memegang bahu Lana cukup kuat untuk menenangkan "Lana, saya minta maaf atas nama Alfian sungguh tapi Alfian tidak bermaksud buruk, hanya saja karakter Alfian memang seperti itu" kini Ramon bahkan menatap Alfian cukup tajam seperti mengisyaratkan sesuatu, Alfian juga beranjak dari duduk nya, kini mereka semua berdiri di ruangan itu "Baik, baik saya minta maaf. oke Lana jadi kedatangan saya kesini untuk minta maaf padamu, saya tau dibar kemarin itu kamu sangat ketakutan, meskipun saya sedang mabuk tapi saya ingat betul kalau kamu menangis, dan itu menjadi suatu hal yang terus menerus saya fikirkan, bisakah kamu memaafkan saya?mungkin kita akan mengulang pertemuan kita dari awal?perkenalkan saya Alfian" kini Alfian bicara cukup sopan dan serius membuat Lana tiba-tiba merasa tidak enak, "eh i iya Pak Alfian, maafkan juga sikap saya barusan yang kurang sopan, baiklah saya Lana" Lana mengulurkan tangan nya dan Alfian menjemput uluran tangan Lana lalu menjabat nya dengan kuat membuat Ramon kebingungan.

Waktu berlalu cukup cepat bagi Lana, kini Lana sudah semakin sibuk dengan hari-hari nya. Malam bekerja dibar sementara siang hari disibukkan dengan kuliah, ya hasil dari bekerjanya selama ini telah cukup untuk Lana memulai kuliah nya bahkan Lana kini sudah tidak tinggal bersama Rani, Lana memutuskan untuk menyewa sebuah rumah kecil dan bermaksud untuk tidak selalu merepotkan Rani. Pekerjaan nya juga cukup baik, meskipun bekerja di bar tapi Lana benar-benar pintar menjaga diri, ditambah lagi dengan perilaku Ramon atasannya yang selalu menitipkan Lana kepada para karyawan lainnya agar Lana tidak diganggu oleh tamu manapun. Hanya Alfian sajalah tamu yang bisa duduk mengobrol bersama Lana, tentu saja karena Lana dan Alfian sudah saling mengenal dan Alfian pun ternyata cukup baik pada Lana, ia menempatkan diri sebagai sosok pelindung untuk Lana dan sellau bertindak sopan pada Lana, hal ini lah yang membuat Lana merasa nyaman.

Dari luar rumah besar itu begitu sunyi, rumah terbesar dan termegah di kompleks perumahan itu tampak berdiri paling angkuh diantara rumah-rumah lainnya, mungkin saja karena rumah tersebut telah penuh dengan aura dari sang pemilik, malam itu di ruang kerja nya, masuk sang pengawalnya yang bertubuh cukup besar "kau sudah dapatkan semua informasi mengenai latar belakang nya?" pria itu bertanya tanpa memandang wajah pengawalnya, ia tampak fokus memandang wajah pada secarik foto ditangannya. "dia dibesarkan oleh neneknya selama ini, orang tua nya telah meninggalkannya sejak ia masih berusia 10th, ayah nya dikabarkan mati bunuh diri karena kaget dengan pernikahan muda yang disebabkan oleh kehamilan diluar nikah, sementara ibu nya pergi meninggalkan nya begitu saja dan tidak pernah kembali" sang pengawal bercerita sebanyak yang ia tau, ia pun memberikan sebuah dokumen berisi foto-foto pertumbuhan seorang gadis, "siapa dan dimana ibu nya saat ini?"  pria itu menatap tajam data-data di hadapannya, "kami belum mendapatkan informasi mengenai hal itu, tapi akan segera kami temukan info nya bos" sang pengawal memohon diri. Pria itu memandangi dalam-dalam foto gadis itu, ada kebencian yang cukup dalam pada gadis tersebut, tetapi ada keteduhan di mata pria tersebut setiap kali mengingat akan gadis itu "kau milikku" bisiknya pada lembaran foto-foto tersebut.

Hari ini Lana genap berusia 21 tahun, entahlah tapi bagi Lana ulang tahun nya tak begitu penting. Ada hal lain yang ingin Lana lakukan dihari ulang tahun nya. Hal yang telah cukup lama Lana fikirkan dan renungkan, tapi kali ini Lana sudah mantap dia harus melakukannya. Siang itu Lana masuk ke Aluna Resto, tempat yang sudah sangat dia kuasai setiap sudut nya, biasanya dia datang kesini jika bos nya Ramon memintanya menemui nya, tapi kini Lana datang untuk mencari Ramon, "Ramon tidak ada disini" tiba-tiba sebuah suara mengagetkan Lana yang tengah mengintip ruangan Ramon, "Ramon sedang ada urusan diluar kota dia sudah pergi sejak 3 hari yang lalu, sepertinya hari ini dia belum kembali" ternyata suara Shinta yang menghampiri nya, Shinta si manager yang dulu Lana fikir membencinya, tapi ternyata tidak Shinta memang memiliki sikap demikian, tegas, cukup terbuka, dan agak angkuh, tapi sebenarnya dia cukup baik, dia bahkan pernah menolong Lana ketika Lana pingsan di bar beberapa waktu lalu karena anemia yang kambuh, Shinta lah yang membawa Lana ke rumah sakit dan menjaga Lana sampai siuman bahkan ikut bermalam di rumah sakit juga dengan Lana, Lana tidak mau terlalu dekat dengan Shinta tetapi Lana sebenarnya cukup senang mengetahui bahwa tidak semua yang ia fikirkan tentang seseorang itu benar, "Iya mba, aku mau bertemu si bos," "siapa yang mau bertemu dengan Ramon?" seorang gadis tiba-tiba muncul dibelakang Shinta, gadis itu sangat cantik dengan mata besar kecoklatan, alis tebal, bibir tipis yang dihiasi dengan lipstik bewarna nude yang membuat bibir gadis itu terlihat basah dan menawan, ia mengenakan dress terusan diatas dengkul berwarna hijau dengan potongan cukup rendah dibagian dada nya, kulitnya yang putih bersih semakin membuat warna dress tersebut hidup dikulit nya, Lana bahkan seperti membayangkan sedang berhadapan dengan peri hutan seperti dalam novel-novel yang sering dibacanya "kamu ya?" gadis itu menghampiri Lana lebih dekat seperti menyelidik, memandang Lana dari ujung rambut hingga ujung kaki, Lana yang saat itu mengenakan polo shirt bewarna putih dengan dibalut celana jeans biasa beserta sepatu murahan tanpa sedikitpun make up diwajahnya seperti merasa terpojok dengan pandangan gadis itu, "iya saya mba" jawab Lana, "eh memangnya saya ini mba kamu apa ya? Ramon sedang ada urusan, kalau kamu ada perlu sama Ramon bisa sama saya aja kok" tiba-tiba gadis itu mendekat ke arah Lana seperti mencari sesuatu "eh kamu bau ini, lavender ya?" Lana kaget gadis itu bisa menghirup parfume yang dia gunakan "Iya mba, itu parfume saya" "Haha mba lagi, yaudah sekarang kau mau bicara atau tidak?kalau tidak aku mau makan siang, aku sudah sangat lapar" gadis itu tertawa kecil, "tidak mba, tidak begitu penting juga kok, lain kali saja, permisi" Lana lagsung pamit pada gadis itu dan juga Shinta.


Siapa gadis itu? bisik Lana pada dirinya sendiri...